Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 07 Oktober 2020 | 21:46 WIB
Para penari pertunjukan Rahim Sungai Musi saat menggelar latihan (Kenedy)

Saya memahami sungai Musi sebagai sumber peradaban masa lalu, yang meleburkan berbagai etnis dan budaya yang datang dan menetap, kemudian melahirkan kebudayaan baru yang lebih terbuka.

Karya ini didukung 43 perempuan dari berbagai wilayah aliran delapan anak sungai Musi.

Para penari pertunjukan Rahim Sungai Musi saat menggelar latihan (Kenedy)

Mengapa semuanya perempuan?

Di dalam sejarah masyarakat Palembang dikenal tokoh perempuan bernama Ratu Sinuhun. Dia menulis kitab undang-undang adat Simbur Cahaya.

Baca Juga: Mau Ikut Aksi Tolak Omnibus Law? Begini Video Anak Unsri Jika Mau Aksi

Di dalam kitab itu, istri Pangeran Sido Ing Kenayan yang memimpin Palembang dari 1636-1642, pranata hukum dan kelembagaan adat masyarakat yang sebagian besar hidup di tepian sungai.

Selain itu, kaum perempuan lebih banyak terlibat aktifitas di sekitar Sungai Musi. Baik terkait rumah tangga, ekonomi maupun lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan mampu membangun komunikasi atau menggalang solidaritas terhadap apa yang mereka percaya atau yakini.

Pengalaman apa yang Anda dapat dalam karya ini?

Pada karya Rahim Sungai Musi ini, saya mencoba menandai lebih dulu keberadaan manusia dengan lingkungan atau alam semesta.

Kemudian mencari keterhubungan dari gerak semesta khususnya sungai dengan tiga dunia sekaligus, dunia nyata karya itu sendiri, dunia spiritulitas atau gaib, serta bagaimana mentransformasikannya ke dunia maya melalui live virtualnya.

Baca Juga: Kronologi Nelayan Tewas Diterkam Buaya hingga Jasad Tak Utuh di Banyuasin

Sungguh ini pengalaman kerja kolaborasi performance yang menantang, sekaligus membawa ilmu dan pengalaman baru bagi saya.

Load More