Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 30 September 2020 | 14:02 WIB
Nobar Film G30S/PKI.

SuaraSumsel.id - Peristiwa G30S/PKI terus menjadi pembicaraan sampai dengan saat ini. Berbagai literasi berusaha dikumpulkan guna menyusun kembali ingatan, fakta dan berbagai hal mengenai tragedi kemanusian tersebut.

Setiap bulan September, isu ini terus diperbincangkan. Berbagai pihak menyatakan pandangan dan sikap mereka atas tragedi ini.

Beberapa literasi jejak Partai Komunis Indonesia (PKI) di Palembang yang berhasil dikumpulkan oleh pustwakan sekaligus pengelola Apotik Buku Bibliotek.

Dalam buku Catatan Tiga Zaman dari Bilik Terali Penjara Rezim Tirani Soeharto, Penulis Muchtar Effendy, Unsri Press, 2002 pada bab Orde Baru diawali jika Muchtar kedatangan Tjek Yi, yang merupakan Seketaris Nadhatul Ulama (NU) Sumatera Selatan membawa kabar siaran radio mengenai Dewan Revolusi.

Baca Juga: Setelah Jembatan Penghubung Pulau, Sumsel Target Pelabuhan Tanjung Carat

Dalam siaran radio itu dikabarkan jika Presiden Soekarno telah diselamatkan dari Dewan Revolusi yang diketahui Letkol Kolonel Untung.

Kumpulan buku mengenai PKI (jepretan Bliblik Buku)

Pada tanggal 3 Oktober 1965 di Palembang diketahui terjadi gerakan massa ingin membubaran PKI karena dianggap (dicurigai) sebagai dalang dari peristiwa berdarah G30/SPKI.

Terdapat massa yang mencoret-coret dinding bangunan kota Palembang guna membubarkan PKI, termasuk seluruh organisasi pendukung (sayap)nya.

Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap masyarakat yang dicurigai PKI di Palembang. Hingga dalam buku tersebut ditulis, Sungai Musi banyak mayat terapung.

“Sebagai seorang muslim, hatiku tergoncang melihat kenyataan ini. Karena dalam agama yang ku anut, tidak diperkenankan membunuh tanpa melakukan proses peradilan. Dalam islam juga diajarkan untuk mengurus mayat, bukan membuangnya ke Sungai Musi,” tulis Mucthar dalam buku tersebut.

Baca Juga: Diangkut Pakai Mobil, Penyelundupan Nyaris 1 Ton Ganja Terhenti di Sumsel

Dalam sub bab ditulis Mucthar pun dipenjara karena disangka PKI. Dia di penjara, bersama orang-orang yang disangka PKI hingga mengalami penyiksaan.

“Saya sangat malu, karena pekerjaan ini dilakukan oleh bangsaku sendiri,” tulis ia.

Pada sub bab lainnya ia menulis soal Pulau Kemarau.

Dikatakannya, terdapat pulau yang menjadi kamp konsetrasi tahanan G30SPKI.

Pulau yang berada di tengah-tengah Sungai Musi, menjadi lokasi pembunuhan massal orang-orang yang dicurigai sebagai bagian dari PKI. Selama tiga tahun,  tahun 1965-1967, lokasi ini padat sisa pembunuhan, baik karena mati kelaparan atau dibunuh.

Dalam buku itu, Mucthar menulis jika ia sudah dipenjara sampai akhir 1967 dengan pemeriksaan hingga beratus kali namun tidak ada petugas negara pun bisa membuktikan keterlibatannya sebagai bagian dari PKI.

Load More