-
Sembilan anggota TNI Brigif 8/Garuda Cakti diduga mengeroyok Kepala Desa Cahaya Bumi, Komarudin.
-
Kodam II Sriwijaya telah meminta maaf dan menegaskan para oknum akan diproses hukum militer.
-
Kasus ini memicu kemarahan publik karena korban hanya bermaksud menolong warganya.
Kakaknya, Zaenal, juga mengalami luka lebam di bagian punggung dan tangan. Keduanya sempat menjalani perawatan di RSUD Kayuagung. Selain luka fisik, trauma psikologis menjadi beban yang tidak kalah berat.
“Sampai sekarang saya masih takut kalau lihat orang berseragam,” ucap Komarudin pelan.
5. Kodam II Sriwijaya Bertindak Cepat
Pihak Kodam II/Sriwijaya tidak tinggal diam. Melalui Kepala Penerangan Kodam, Kolonel Inf Marlius, TNI secara terbuka meminta maaf kepada korban dan masyarakat.
Kesembilan oknum prajurit Brigif 8 sudah diamankan dan tengah menjalani pemeriksaan oleh Polisi Militer.
“Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Para pelaku akan diproses secara hukum militer. Tindakan mereka tidak mencerminkan institusi TNI,” tegas Marlius.
6. Keluarga Korban Minta Keadilan
Baca Juga:Niat Menolong Warga, Kades Cahaya Bumi OKI Malah Dikeroyok 9 Anggota TNI Brigif 8
Keluarga Komarudin menuntut penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu. Mereka berharap kasus ini tidak berhenti di permintaan maaf semata.
“Kami cuma ingin keadilan. Suami saya itu datang karena tanggung jawabnya sebagai kepala desa, bukan untuk cari ribut,” ujar istri Komarudin sambil menangis.
7. Reaksi Warga dan Netizen: ‘Ini Luka bagi Masyarakat Sipil’
Di media sosial, ribuan komentar bermunculan dengan nada geram dan kecewa. Banyak yang menilai tindakan oknum TNI tersebut melukai kepercayaan rakyat terhadap aparat negara.
Tagar #KadesOKI dan #KeadilanUntukKomarudin sempat menjadi trending di X (Twitter) wilayah Sumatera Selatan.
8. Pesan Kemanusiaan: Kekuasaan Tak Seharusnya Menginjak Rakyat
Kasus ini bukan sekadar insiden kekerasan. Ia mencerminkan betapa rentannya warga sipil — bahkan seorang kepala desa, menghadapi aparat bersenjata di lapangan.
Baca Juga:Anggota TNI Diamankan Saat Kerusuhan Pecah di Palembang Dini Hari, Benarkah?
“Kita berharap ini jadi momentum refleksi. Kekuasaan harusnya melindungi, bukan menakuti,” kata pengamat sosial Universitas Sriwijaya, Dr. Wawan Adiputra.
Warga berharap pemerintah dan aparat hukum memberi perhatian serius pada kasus ini. Komarudin bukan hanya korban kekerasan fisik, tapi juga simbol keberanian seorang pemimpin kecil yang berdiri untuk rakyatnya.