Ahli Gambut: “Jangan Nilai Gambut dari Hasil Tanam Saja”
Sementara itu, Asmadi Saad menekankan bahwa kebakaran lahan gambut berulang bisa terjadi akibat kelalaian pengelolaan, terutama ketika pemilik lahan gagal melakukan pemulihan pascakebakaran.
Menurutnya, pembiaran inilah yang menjadi celah bencana. Ia juga mengingatkan pentingnya menghargai fungsi ekologis gambut.
“Janganlah kita menilai gambut dari nilai hasil tanamannya saja, tetapi lihatlah juga kerugian dari hilangnya biodiversitas yang memperparah krisis iklim,” tegasnya.
Baca Juga:Lapas Muara Beliti Over Kapasitas 3 Kali Lipat, Ini Pemicu Kerusuhan Hebat
Greenpeace Desak Restorasi dan Larangan Pembakaran Ulang

Greenpeace Indonesia, yang bertindak sebagai penggugat intervensi, mendesak majelis hakim agar menghukum ketiga perusahaan tergugat untuk melakukan pemulihan total lahan gambut yang rusak di konsesi mereka.
Tak hanya itu, mereka juga meminta jaminan tertulis bahwa tidak akan terjadi lagi pengeringan gambut, kebakaran, maupun penyebaran kabut asap dari area izin perusahaan.
“Ini adalah momen krusial bagi para penggugat sebelum menghadapi putusan yang akan datang. Kemenangan gugatan ini akan menjadi kemenangan bagi lingkungan hidup dan masa depan udara bersih di Sumatera Selatan,” ujar Belgis Habiba, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Dukungan Mengalir: Dari Komnas HAM hingga Akademisi Hukum Lingkungan
Baca Juga:Situasi Terkini Lapas Narkoba Muara Beliti Setelah Kericuhan: 500 Personel Dikerahkan
Perkara gugatan kabut asap yang diajukan warga Sumatera Selatan terhadap tiga perusahaan kehutanan raksasa tak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga mendapat dukungan luas dari berbagai lembaga dan tokoh penting di bidang lingkungan dan hak asasi manusia.