Wisata Menara Ampera: Dari Diplomasi Soekarno Hingga Destinasi Eksklusif?

Kini, menara jembatan itu akan dibuka bagi segelintir orang terpilihsebuah simbol penghormatan bagi mereka yang berprestasi.

Tasmalinda
Minggu, 02 Februari 2025 | 17:16 WIB
Wisata Menara Ampera: Dari Diplomasi Soekarno Hingga Destinasi Eksklusif?
Menara Jembatan Ampera yang bisa diakses terbatas

SuaraSumsel.id - Dibukanya menara Jembatan Ampera sebagai destinasi wisata terbatas seakan menghidupkan kembali jejak sejarah yang tertanam kokoh di Palembang. Dari atas puncaknya, Sungai Musi membentang luas, menghamparkan panorama kota nan berdenyut dalam irama kehidupan dan warisan masa lalu.

Namun, di balik pesonanya, terselip kekhawatiran—akankah ikon berusia hampir 60 tahun mampu bertahan dari gelombang eksploitasi wisata?

Keputusan Pemerintah Kota Palembang untuk membatasi akses ke menara Ampera bukan sekadar kehati-hatian, tetapi bentuk penghormatan terhadap nilai historisnya. Sebuah mahakarya yang lahir dari diplomasi alot Presiden Soekarno, Ampera bukan hanya jembatan, melainkan monumen yang berdiri di atas kisah perjuangan dan pengorbanan.

Tak heran, para pegiat sejarah berharap, wisata di menara ini tetap berpegang pada prinsip pelestarian, bukan sekadar daya tarik komersial belaka. Jembatan Ampera telah menjadi saksi perjuangan rakyat hingga dinamika politik yang mengubah namanya.

Baca Juga:Melihat Palembang dari Atas! Tower Ampera Dibuka dengan Akses Terbatas

Kini, menara jembatan itu akan dibuka bagi segelintir orang terpilih—sebuah simbol penghormatan bagi mereka yang berprestasi. Namun, dalam langkah penuh kehati-hatian ini, tersirat harapan bahwa kejayaan Ampera tidak hanya dikenang dalam sejarah, tetapi tetap lestari di masa depan.

Balai Jalan wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) juga disebutkan masih menunggu izin dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) atas pembukaan menara tower tersebut. Karena jembatan Ampera ialah infrastuktur yang berada dalam wewenang dari Pemerintah pusat, yakni Kementerian PU.

Pejabat (Pj) Wali Kota Palembang, Cheka Virgowansyah mengatakan pembukaan menara atau tower Ampera akan dilakukan terbatas dengan sistem undangan. "Kita akan invitasi (mengundang) dulu yang berprestasi, baik siswa dan mahasiswa yang berprestasi, guru berprestasi, RT berprestasi,” kata PJ Wali kota Palembang Cheka Virgowansyah kepada awak media.

Cheka juga memastikan jika puncak menara Ampera direncanakan akan dibuka satu minggu dua kali yakni pada hari Rabu dan Sabtu, pukul 10.00 WIB.

Pada setiap harinya, akan ada dua kali perjalanan dengan peserta paling banyak 15 orang. Pemerintah juga belum menetapkan tarif saat menaiki menara tower nantinya "Kami belum menentukan tarif naik, ini masih dikaji, jadi selama itu belum ada (tarif) sehingga masih gratis,” katanya.

Baca Juga:Festival Glowtopia Hadir di Palembang, Cahaya Aesthetic yang Wajib Dikunjungi

Wisata jembatan Ampera pun sebenarnya masih membutuhkan kajian mengenai aspek pelestarian sekaligus menjawab upaya pemerintah guna mendapatkan pendapatan asli daerah dari sektor ini.

Pemerintah juga hendaknya memnformulasikan wisata kota seperti yang berada di bagunan cagar budaya, seperti jembatan Ampera.

Sejarah Jembatan Ampera bermula dari sebuah diplomasi nan alot. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia bernegosiasi dengan Jepang untuk menuntut tanggung jawab moral dan material atas penjajahan di masa lalu.

Dari perundingan yang panjang dan penuh ketegangan, lahirlah kesepakatan yang akhirnya mengalirkan dana sebagai kompensasi atas kerusakan akibat prang. Dari dana itulah, Soekarno membangun Jembatan Ampera, sebuah proyek monumental yang diharapkan menjadi penghubung, bukan hanya secara fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi bagi masyarakat Palembang.

Jembatan yang awalnya bernama Jembatan Soekarno ini membentang gagah di atas Sungai Musi, dengan panjang 1.100 meter dan lebar 22 meter. Lebih dari sekadar konstruksi baja dan beton, Jembatan Ampera adalah perwujudan tekad bangsa yang baru saja merdeka, membangun infrastruktur dengan teknologi canggih di saat itu.

Soekarno menginginkan jembatan ini menjadi lambang persatuan antara masyarakat hulu dan hilir, membawa kemudahan bagi rakyatnya, serta memperkuat identitas Palembang sebagai kota maritim yang sarat sejarah.

Negara Indonesia awalnya mengajukan nilai 17,5 miliar dollar sebagai pengganti kerusakan akibat perang tersebut namun Jepang menolaknya.

Perwakilan Indonesia yang diwakili Ahmad Subandjo Djoyodisuryo, Iwa Kusumasumatri dan Muhammad Hatta akhirnya hanya mendapatkan pergantian dari pemerintah Jepang sebesar 223,08 juta dollar.

Dari dana tersebut, Presiden Soekarno akhirnya membangun sejumlah bangunan mega proyek pada masa tersebut, termasuk Jembatan Ampera.

Jembatan ini dibagun dengan rentang waktu yang cukup cepat, bahkan disebutkan jika teknologi canggih juga menyertai pembangunan jembatan Ampera ini.

Pemasangan tiang pancang perdananya dilakukan 10 April 1962, yang tentu dilakukan langsung oleh Presiden Soekarno. Sang presiden juga menargetkan pembangunannya akan selesai selama dua tahun. Sebuah pembangunan mega proyek yang bisa dikatakan ambisius pada masanya. Akan tetapi, pembangunan tersebut tidak mencapai target.

Jembatan ini baru selesai dibangun selama tiga tahun, yang kemudian diresmikan pada 30 September 1965. Sayangnya mesti ini menjadi mega proyek Soekarno, sang presiden pun tidak meresmikannya langsung.

Saat itu tepat terjadinya detik-detik pergolakan politik dengan peristiwa 30 SPKI, yang kemudian juga terjadi Gerakan Satu Oktober atau dikenal Gestok.

Melansir sejumlah sumber, pembangunan jembatan Ampera mencapai 10, 5 juta yang kemudian terjadi penambahan anggaran pembangunan 4,5 juta dollar Amerika di Desember 1961.

Politik negeri bergejolak, namun jembatan ini telah berdiri menjadi sejarah baru bagi kota Palembang. Sebagai jembatan mega proyek, jembatan ini pernah dinasbikan sebagai jembatan tercanggih se Asia Tenggara pada saat itu.

Pada saat pembangunan, jembatan ini memang dibuat agar badan jembatan bisa diangkat guna mengatur atau menyesuaikan lalu lintas kapal di Sungai Musi.

Sungai Musi pada masa dahulu dikenal sebagai pusat perdagangan yang sangat padat. Badan jembatan Ampera dibuat bisa diangkat juga untuk menyesuaikan jenis kapal yang melintas dengan ukuran besar dan tinggi.

Hal menarik lainya, jembatan juga pernah diusulkan bernama jembatan Musi, guna menjadikannya ikon semangat persatuan saat awal pembangunannya.

Bahkan masyarakat Palembang sempat mengenal proyek pembangunan jembatan ini dengan nama proyek 'Musi'. Pada saat jembatan ini akan diresmikan kemudian bernama jembatan Soekarno.

Nama Soekarno tentu dipilih sebagai figur yang memiliki ide, filosofi, persetujuan arsitektur sekaligus pemilik kebijakan pembangunannya. Sayangnya, nama Soekarno tidak lama digunakan Pemerintah saat itu.

Pada pergolakan politik 1965-1966, muncul gerakan anti Soekarno yang sangat kuat sehingga membuat nama jembatan ini digantikan menjadi Ampera.

Nama Ampera sendiri merupakan akronim dari Amanat Penderitaan Rakyat yang memiliki filosofi mengingatkan jika dana pembangunan merupakan dana kompensasi perang kala itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini