Karhutla yang terjadi di wilayah izin para tergugat telah berkontribusi signifikan memicu kabut asap di Palembang yakni pada 2015, 2019, dan 2023.
Luas areal terbakar dalam konsesi para tergugat pada 2015-2020 seluas 254.787 hektare—setara hampir empat kali luas DKI Jakarta. Ketiga perusahaan ini pun pernah dikenai sanksi hingga denda akibat karhutla berulang. Namun hingga tahun lalu, konsesi ketiganya ternyata masih terus terbakar.
“Konsesi ketiganya berada pada lanskap gambut, yang sebenarnya punya peran penting menyimpan karbon. Rusaknya gambut di lanskap tersebut, yang lantas memicu karhutla dan kabut asap terus-menerus, tentu sangat memperburuk krisis iklim. Peningkatan emisi karbon akibat karhutla dan kabut asap juga berkontribusi menghambat upaya penurunan emisi, bahkan membuat gagalnya pencapaian target iklim oleh pemerintah Indonesia,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Belgis Habiba.
“Selain memicu konflik agraria berkepanjangan, ternyata ketiga perusahaan tersebut juga menimbulkan dampak
ekologis yang begitu merusak dan mengganggu kehidupan masyarakat Sumatera Selatan. Ini saatnya masyarakat
melawan dengan terhormat untuk menunjukkan bahwa mereka punya kedaulatan atas ruang hidupnya,” tegas
Koordinator KPA Wilayah Sumatera Selatan, Untung Saputra, yang juga sekaligus perwakilan koalisi ISPA.