3.000 Warga Terdampak Banjir Bandang Lahat, Walhi Sumsel: Potret Kerusakan Lanskap Masif

Banjir bandang Lahat Sumsel dinilai karena kerusakan bentang alam akibat tindakan ilegal, seperti tambang batubara dan galian C.

Tasmalinda
Kamis, 09 Maret 2023 | 21:08 WIB
3.000 Warga Terdampak Banjir Bandang Lahat, Walhi Sumsel: Potret Kerusakan Lanskap Masif
Banjir sungai Lematang di Kabupaten Lahat Sumsel [ist]

SuaraSumsel.id - Bencana banjir bandang merendam sebanyak tujuh kecamatan di Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel). Setidaknya BPBD mencatat, terdapat 181 rumah warga yang rusak sekaligus mengakibatkan satu bocah meninggal dunia.

BPBD Lahat menyebutkan terdapat 3.000 jiwa warga yang terdampak akibat banjir bandang di kabupaten yang dikenal wilayah tambang tersebut.

Adapun BPBD Lahat menyebut tiga desa terdampak paling besar berada di tiga desa yakni Desa Pelajaran dan Nanti Giri Kecamatan Jarai, serta  Desa Lubuk Sepang, Kecamatan Pulaupinang.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lahat, Ali Afandi mengatakan banjir tersebut disebabkan meluapnya air Sungai Lematang setelah kawasan itu diguyur selama dua hari terakhir.

Baca Juga:Banjir Bandang Lahat Sumsel Bikin 181 Rumah Rusak, 1 Warga Meninggal Dunia

Pihaknya mencatat warga yang terdampak banjir sejak pagi sekitar pukul 06.00 WIB mencapai 3.000 jiwa.

Akibat banjir yang masih berlangsung saat ini Jembatan Tanjung Sirih yang menghubungkan Lahat - Kota Pagar Alam via Gumay Ulu ditutup sementara karena ketinggian air sudah melewati jembatan.

Melansir ANTARA, seorang bocah laki-laki berinisial GD (11) warga Bandar Agung, Lahat, dilaporkan meninggal dunia setelah terseret arus, jasadnya ditemukan sekitar pukul 12.00 WIB tim Basarnas.

Sementara Walhi Sumsel mengungkapkan banjir bandang di Lahat tidak lain berupa akumulasi kerusakan lanskap yang juga disumbang oleh wilayah sekitarnya. Sehingga perlu kiranya konsolidasi bersama pemerintah daerah, baik kabupaten Lahat, Empat Lawang, Pagar Alam termasuk wilayah Tebing memperbaiki kerusakan.

"Banjir bandang ini terbesar setelah lima tahun terakhir, memang bukan yang pertama, namun sinyal-sinyal bakal lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya memang tidak dicegah lebih awal. Banjir dalam konteks hulu permasalahan, ialah perubahan bentang alam (lanskap) yang sudah terdegradasi, sekaligus hutan yang sudah terforestasi," ujar Direktur Walhi Sumsel, Yuliusman kepada Suara.com.

Baca Juga:Banjir Bandang Sapu Lahat Sumsel Pagi Ini, Banyak Warga Terjebak di Rumah

Dengan kondisi demikian, Walhi menilai daya atau benteng pertahanan resapan air di wilayah tersebut sudah rusak.

"Pemda Bupati Lahat, Empat Lawang, Pagar Alam hendaknya duduk bersama mencari solusi ke depan  agar tidak terulang lagi," tegasnya.

Dia pun menyayangkan korban warga yang terdampak begitu besar. Dengan kata lain, Pemerintah tidak ada mitigasi atau informasi mencegah agar warga lebih waspada atau bersiap sebelum bencana tersebut terjadi.

"Ini potret bagaimana Pemerintah lemah mitigasi, padahal sudah ada BMKG. Hal lebih esesialnya soal kelola landskap yang saangat eksploitatif, mengubah bentang dan fungsi alam. Jika banjir sudah bisa diantisipasi, tentu warga lebih bersiapsiaga. Beginilah jika pengelolaan SDA sangat eksploitatif masif terjadi di Sumsel, dan bukan tidak mungkin, wilayah lain mengalami hal serrupa," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini