'Membaca Pindang' Dalam Multi Perspektif: Seni, Budaya, Hingga Antoropologi Wong Sumsel

Menjadi inspirasi berbagai pihak untuk menjadikan masakan pindang sebagai pengetahuan untuk menjelaskan kebudayaan Melayu di Nusantara.

Tasmalinda
Sabtu, 05 November 2022 | 10:42 WIB
'Membaca Pindang' Dalam Multi Perspektif: Seni, Budaya, Hingga Antoropologi Wong Sumsel
Seminar pindang di Palembang, Sumsel. 'Membaca Pindang' Dalam Multi Perspektif: Seni, Budaya, Hingga Antoropolog Wong Sumsel [Dok]

SuaraSumsel.id - Afrizal Malna, penyair dan aktivis budaya bakal hadir dalam seminar Pindang Batanghari Sembilan di Taman Budaya Sriwijaya, Jakabaring, Palembang, Minggu (6/11/2022).

Afrizal Malna tampil bersama Dr. Najib Asmani (Dosen Unsri), Dr. Yenrizal (Dosen UIN Raden Fatah Palembang), Dr. Amilda, M.Hum (Dosen UIN Raden Fatah Palembang), serta Yudhy Syarofie sebagai pegiat budaya Palembang.

Afrizal Malna selain menulis puisi, cerita pendek, novel, esai sastra, juga menulis teks pertunjukan teater yang dipentaskan di berbagai panggung pertunjukan di Indonesia dan mancanegara.  Karyanya antara lain Abad Yang Berlari (1984), Arsitektur Hujan (1995), Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing (2003), dan Perjalanan Teater Kedua, Antologi Tubuh dan Kata (2010).

Dr. Najib Asmani, seorang akademisi dari Universitas Sriwijaya yang pernah memimpin Tim Restorasi Gambut Sumsel. Selain itu, juga sebagai penggagas Ekoregion di Sumatera Selatan. 

Baca Juga:Bahaya! Air Yang Dikonsumsi Masyarakat Empat Lawang Sumsel Tercemar

Dr. Amilda, M.Hum [UIN Raden Fatah Palembang], seorang antropolog yang terlibat dalam berbagai kajian hubungan manusia dengan alam atau lingkungan, serta Yudhy Syarofie, pegiat budaya Palembang yang menulis sejumlah buku tentang tradisi dan budaya di Sumatera Selatan termasuk masakan pindang.

Dalam seminar yang digelar Teater Potlot yang didukung Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam bentuk program hibah Fasilitasi Bidang Kebudayaan [FBK] 2022, akan mengulit masakan pindang dari berbagai perspektif.

Seperti tradisi pindang ikan di Sumatra Selatan, pindang ikan sebagai mitigasi lanskap lahan basah, pindang ikan sebagai media komunikasi lingkungan, serta pindang sebagai media akulturasi budaya.

“Bicara masakan pindang bukan sebatas rasa dan rupa, juga menjelaskan banyak hal. Misalnya masakan pindang menandakan lanskap di Sumatera Selatan. Berupa ekosistem wilayah dataran tinggi, dataran rendah, dan pesisir, yang terkoneksi melalui sungai,” kata T. Wijaya dari Teater Potlot.

“Juga sebagai media pembauran berbagai suku bangsa yang menetap di sepanjang sungai, mulai dari pegunungan hingga pesisir,” lanjut dia.

Baca Juga:Perawat di Sumsel Dikecam, Gegara Live Tik Tok Saat Operasi Pasien Melahirkan di RSUD Martapura

Menjadi inspirasi berbagai pihak untuk menjadikan masakan pindang sebagai pengetahuan untuk menjelaskan kebudayaan Melayu di Nusantara.

“Dampak yang kami harapkan, lahirnya kebijakan yang melindungi dan melestarikan berbagai produk kuliner berbasis kearifan lokal. Lahirnya kebijakan yang mendorong berbagai produk kuliner berbasis kearifan lokal [masakan pindang] sebagai salah satu unggulan ekonomi non komoditas,” kata T. Wijaya kepada Suara.com, Sabtu (5/11/2022).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini