SuaraSumsel.id - Perjuangan seorang ibu tunggal asal Lubuklinggau, Sumatera Selatan (Sumsel), bernama Dian, membuat haru warganet setelah kisahnya viral melalui tayangan kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel.
Dengan penuh harapan, Dian datang jauh-jauh ke kediaman Gubernur Jawa Barat tersebut guna membawa satu tujuan besar: menyelamatkan anaknya, Rehan (19), dari jerat kecanduan narkoba.
Kisah Dian bukan sekadar cerita biasa.
Sebagai ibu tunggal yang membesarkan empat anak seorang diri setelah 20 tahun rumah tangga yang ia jalani kandas.
Dian telah berjuang habis-habisan demi menyelamatkan anaknya dari lingkaran gelap narkotika.
Bermodal penghasilan dari berjualan di kantin rumah sakit, Dian nyaris kehilangan segalanya ketika Rehan terjerumus dalam kecanduan sabu sejak duduk di bangku SMP.
Air mata Dian tumpah ketika menceritakan awal mula anaknya mengenal sabu.
Rehan yang masih polos kala itu hanya mengaku mengikuti ajakan teman sebaya.
“Katanya buat nahan lapar waktu puasa, saya kira rokok biasa. Pakainya dari botol,” cerita Rehan dengan suara lirih.
Baca Juga: Profil Harry Gale, Bankir Senior yang Jadi Dirut Bank Sumsel Babel
Namun candu itu terus membelenggunya.
Meski sudah dua kali menjalani rehabilitasi di BNN Silampari, Lubuklinggau, Rehan tetap sulit lepas dari pengaruh narkoba.
Jalan terakhir yang Dian pilih adalah membawa anaknya ke barak militer milik Dedi Mulyadi, demi mendapat pembinaan mental dan disiplin ketat.
Namun perjuangan Dian bukan tanpa luka.
Dalam proses panjang menyelamatkan anaknya, Dian mengaku pernah mengalami pengalaman pahit.
Salah satu konselor tempat rehabilitasi justru diduga terlibat penyalahgunaan narkoba.
Merasa dikhianati, Dian berinisiatif membuat laporan delik aduan dengan didampingi salah satu pegawai Dinas Sosial.
Awalnya, pegawai Dinsos tersebut berjanji akan membantu proses hukum itu tanpa memungut biaya sepeser pun. Tapi kenyataan berkata lain.
Setelah laporan berjalan dan anaknya ditangkap, Dian justru diminta membayar Rp10 juta untuk mencabut laporan di polisi.
Setelah negosiasi, akhirnya angka tersebut turun menjadi Rp5 juta. Tapi angka itu tetap terlalu besar bagi Dian, yang hidup dari hasil jualan sederhana.
“Saya cuma mau anak saya sembuh. Kenapa jadi begini? Saya bingung harus bagaimana lagi,” kata Dian dengan suara bergetar.
Beban berat itu tak membuat Dian menyerah.
Meski nyaris putus asa, cinta seorang ibu membuatnya terus berjuang.
Dengan penuh keberanian, Dian datang sendiri ke kediaman Dedi Mulyadi, berharap bantuan dan jalan keluar yang lebih manusiawi.
Dedi Mulyadi sendiri terkejut mendengar kisah itu.
Ia tak menyangka ada anak muda dari keluarga sederhana bisa terjerumus narkoba sedini itu, dan bagaimana sang ibu berjuang sendiri dalam keterbatasan ekonomi.
Dedi pun berjanji akan membantu proses pendaftaran Rehan ke barak militer agar bisa mendapat pembinaan yang lebih baik dan disiplin ketat.
Kisah Dian dan Rehan bukan hanya menggambarkan perjuangan seorang ibu menyelamatkan anaknya, tetapi juga potret gelap carut-marutnya proses rehabilitasi narkoba di Indonesia, mulai dari lemahnya pengawasan lembaga hingga oknum-oknum yang memanfaatkan situasi untuk meraup keuntungan pribadi.
Di tengah kondisi itu, perjuangan Dian menjadi simbol perjuangan seorang ibu tanpa batas melawan narkoba, korupsi moral, dan ketidakadilan sosial.
Kisah ini bukan sekadar cerita personal seorang ibu berjuang menyelamatkan anaknya, melainkan potret nyata betapa rumitnya upaya memberantas narkotika di Indonesia.
Perjuangan Dian menjadi cambuk bagi semua pihak, mulai dari keluarga, lingkungan, lembaga rehabilitasi, hingga aparat penegak hukum agar lebih serius, jujur, dan berani dalam menyelamatkan generasi muda dari ancaman narkoba.
Tidak cukup hanya slogan dan kampanye, dibutuhkan sistem yang bersih, transparan, serta pengawasan ketat agar proses rehabilitasi benar-benar menjadi jalan keluar, bukan justru menjadi ladang permainan bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Kasus pungutan liar yang dialami Dian memperlihatkan adanya celah yang dimanfaatkan pihak-pihak tak bermoral di tengah penderitaan keluarga korban.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka upaya melawan narkoba hanya akan jadi formalitas tanpa hasil nyata.
Kisah Dian harus menjadi momentum refleksi bersama, bahwa perang melawan narkoba bukan hanya tugas aparat atau lembaga tertentu, tapi juga panggilan nurani semua pihak untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia.
Berita Terkait
-
Dua Kali Gagal Direhab, Ibu Asal Lubuk Linggau Datangi Dedi Mulyadi Minta Anaknya Masuk Barak
-
Sama-Sama Libatkan Militer, Efektifkah Sekolah Militer Ratu Dewa dan Retret Herman Deru?
-
Curhat ke Dedi Mulyadi Bikin Viral, Sumsel Bakal Gelar Retret Khusus Anak 14 Hari di Gandus
-
5 Fakta Viral Orang Tua di Sumsel Bawa Anak Pecandu Sabu ke Barak Dedi Mulyadi
-
Herman Deru Tanggapi Warga Sumsel Bawa Anak ke Barak Dedi Mulyadi: Kenapa Tak ke BNN?
Terpopuler
- 45 Kode Redeem FF Terbaru 8 Agustus: Klaim Pain Tendo, Diamond, dan SG2
- Siapa Pembuat Film Animasi Merah Putih One For All yang Tuai Kontroversi?
- Eks BIN: Ada Rapat Tertutup Bahas Proklamasi Negara Riau Merdeka
- 47 Kode Redeem FF Max Terbaru 8 Agustus: Dapatkan Skin Itachi dan Parafal
- Saat Kibarkan One Piece Dianggap Ancaman, Warung Madura Ini Viral Jadi 'Musuh Dunia'
Pilihan
-
PSG Tendang Gianluigi Donnarumma, Manchester United Siap Tangkap
-
Persib Sikat Semen Padang, Bojan Hodak Senang Tapi Belum Puas: Lini Depan Jadi Sorotan
-
Senyum Manis Jay Idzes Tanda Tangan Kontrak dengan Sassuolo
-
Jay Idzes Resmi Berseragam Sassuolo, Targetkan Lolos dari Zona Merah
-
Perang Tahta Sneaker Lokal 2025: Compass Sang Raja Hype, Ventela Sang Raja Jalanan?
Terkini
-
Anak Mau Karnaval 17an? Ini 7 Ide Outfit Merah Putih yang Kece & Anti Gerah
-
Panduan Cerdas Memilih Dispenser Terbaik untuk Rumah Modern Anda
-
Bongkar Kode Promo Wall's vs Campina: Trik Rahasia Dapat Es Krim Hampir Gratis!
-
BRI Bantu UMKM Go Digital, Omzet Melesat hingga Jadi Inspirasi
-
Dari Bidar di Sungai Musi Sampai Panjat 80 Pinang, Ini Jadwal Acara 17 an di Palembang