Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 28 Mei 2025 | 20:49 WIB
ilustrasi pencabulan di pondok pesantren

4. MG ditahan

MG kini mendekam di sel tahanan Polres Bangka Selatan dan dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal mencapai 20 tahun penjara.

Kasus ini kembali menyorot lemahnya pengawasan terhadap lembaga pendidikan berbasis agama, terutama yang bersifat tertutup dan berbasis asrama.

Banyak pondok pesantren di Indonesia beroperasi dengan otonomi tinggi, tanpa pengawasan ketat dari pemerintah maupun lembaga independen yang fokus pada perlindungan anak.

Baca Juga: Lebih dari 100 Peternak Sapi Sukses Berkat Bank Sumsel Babel, Menuju Swasembada Daging

Hal ini menjadikan lingkungan tersebut rawan terhadap berbagai bentuk penyimpangan, termasuk kekerasan seksual.

Apalagi, relasi kuasa antara guru dan santri sangat timpang, sehingga korban kerap merasa takut, malu, atau tidak berdaya untuk melapor.

Dalam kondisi seperti ini, predator seksual bisa bersembunyi di balik jubah agama dan memanipulasi kepercayaan yang diberikan oleh santri, orang tua, dan masyarakat sekitar.

5. Masyarakat pun mendesak agar pemerintah dan lembaga keagamaan lebih ketat melakukan verifikasi terhadap para pendidik dan pengelola pondok pesantren.

ilustrasi santri di pondok pesantren

Harus ada sistem pengawasan yang tidak hanya bersifat administratif dan formalitas belaka, tetapi benar-benar menyentuh aspek perlindungan anak secara menyeluruh.

Baca Juga: Pemuka Agama 74 Tahun Ditangkap: Sembunyikan Korban Pencabulan di Kamar Mandi

Misalnya, dengan menerapkan uji kompetensi psikologis bagi calon pengajar, membentuk tim pengawas eksternal yang rutin melakukan inspeksi mendadak, serta menyediakan saluran pengaduan yang aman dan rahasia bagi para santri.

Pendekatan ini harus dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan, bukan hanya reaktif saat kasus sudah mencuat ke permukaan.

Tragedi ini menjadi alarm keras bagi semua pihak: bahwa lingkungan pendidikan, seberapapun religius dan sakralnya, tetap memerlukan transparansi, akuntabilitas, serta kontrol sosial yang kuat.

Tidak cukup hanya mengandalkan label agama sebagai jaminan moralitas.

Justru karena membawa misi luhur, institusi keagamaan seharusnya menjadi pelopor dalam menjaga martabat dan keselamatan anak-anak yang mereka didik.

Jika pengawasan terus diabaikan, maka kita sedang mempertaruhkan masa depan generasi muda di tangan mereka yang menyalahgunakan kekuasaan atas nama Tuhan.
 

Load More