Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 25 Mei 2025 | 18:57 WIB
kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan

SuaraSumsel.id - Pemerintah pusat tak ingin lagi kecolongan menghadapi musim kemarau 2025.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengeluarkan ultimatum keras kepada 400 perusahaan pemegang izin konsesi, khususnya 277 perusahaan sawit yang berada di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel), untuk segera menyampaikan kesiapan menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Saya tidak ingin lagi mendengar alasan klasik soal keterbatasan alat atau SDM. Kalau dalam dua minggu tidak melapor, kami akan kenakan sanksi administratif bahkan pidana. Ini serius!” tegas Hanif dalam konferensi pers di Palembang.

277 Perusahaan di Sumsel Diwajibkan Siaga Total

Baca Juga: Guru Olahraga SMKN 1 Lubuk Linggau Cabuli Belasan Muridnya, Kebusukan Terbongkar

Dari 400 perusahaan di wilayah Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel), tercatat 277 berada di Sumsel.

Seluruh perusahaan ini diwajibkan melaporkan secara tertulis kesiapan penanggulangan karhutla, mulai dari jumlah personel pemadam, alat berat dan ringan, sistem deteksi dini, hingga dana cadangan operasional untuk situasi darurat.

Hanif menyebut, Indonesia saat ini menempati peringkat kedua penyumbang kabut asap global, dan sebagian besar berasal dari kebakaran lahan di konsesi perkebunan sawit.

Ini tak hanya memperburuk emisi gas rumah kaca, tapi juga mempermalukan komitmen Indonesia dalam agenda lingkungan global.

“Kalau para pemegang izin tidak bertanggung jawab, negara yang menanggung akibatnya. Dan jika perlu, kami ajukan pidana satu tahun penjara bagi yang abai,” katanya dengan nada tegas.

Baca Juga: Bank Sumsel Babel Raih Dua Penghargaan Nasional: Perkuat Posisi sebagai Motor Penggerak Ekonomi

Surat Resmi dan Evaluasi Lapangan

KLHK telah mengirimkan surat resmi ke seluruh perusahaan pemegang konsesi di wilayah Sumbagsel.

Surat tersebut berisi instruksi untuk segera melaporkan kesiapan menghadapi musim kemarau panjang tahun ini.

Jika dalam 14 hari tidak ada laporan masuk, maka pemerintah akan langsung menjatuhkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Tak hanya berhenti di meja laporan, pemerintah pusat bersama pemda akan turun langsung mengevaluasi kesiapan di lapangan.

“Kami tidak akan percaya laporan di atas kertas. Kami akan cek langsung ke lapangan, terutama di Sumsel yang memiliki konsesi sawit terbesar di Sumbagsel,” tegas Hanif.

Komitmen atau Sanksi

Pemerintah menegaskan bahwa ini bukan ancaman, melainkan bentuk keseriusan negara dalam menjaga lingkungan dan mencegah bencana ekologis yang berulang setiap tahun.

“Kalau tahun ini mereka tidak siap dan terjadi kebakaran besar, maka bukan hanya izin yang akan kami cabut, tapi proses hukum juga kami dorong,” kata Hanif.

Ia juga menyerukan kepada masyarakat sipil, media, dan LSM lingkungan untuk aktif melakukan pemantauan. "Laporkan bila ada perusahaan yang tidak siaga. Kita tidak ingin Sumsel kembali menjadi langganan kabut asap.

Ia menambahkan  bahwa langkah serius telah ditempuh pemerintah demi mencegah bencana ekologis berulang akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

KLHK telah mengirimkan surat resmi kepada seluruh pemegang izin konsesi di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), termasuk ratusan perusahaan sawit di Sumatera Selatan.

Surat tersebut berisi permintaan tegas agar setiap perusahaan segera melaporkan kesiapan mereka dalam menangani potensi karhutla, baik dari segi personel, peralatan pemadam, hingga pendanaan operasional.

Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan

Namun, upaya ini tidak berhenti di atas kertas. Evaluasi langsung di lapangan akan digelar dalam waktu dekat dengan dukungan penuh dari pemerintah provinsi dan kabupaten.

Pemerintah tidak akan tinggal diam jika menemukan ada perusahaan yang abai.

Hanif menekankan bahwa negara tak segan menjatuhkan sanksi administratif, termasuk pencabutan izin, bahkan sanksi pidana bagi pihak-pihak yang terbukti lalai.

“Ini bukan sekadar gertakan. Kami ingin menunjukkan bahwa perlindungan lingkungan hidup bukan lagi pilihan, melainkan keharusan mutlak. Bila masih ada yang bermain-main dengan tanggung jawab ini, maka mereka harus siap menanggung konsekuensinya,” ujar Hanif dengan nada serius.

Load More