Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 29 April 2025 | 19:08 WIB
Tunggu Tumbang: tradisi masyarakat Semende menjaga pangan masyarakat

Jika seorang Tunggu Tubang lalai, seperti menjual sawah warisan, meraje bisa turun tangan memberi peringatan. Bahkan, secara adat, diyakini ada “bala’” atau musibah bagi mereka yang melanggar titah leluhur.

Di saat banyak wilayah menggantungkan nasib pada beras impor dan varietas hibrida, masyarakat Semende justru menunjukkan bahwa solusi bisa ditemukan dalam tradisi.

Mereka tidak menolak modernitas, namun menempatkan kearifan lokal sebagai fondasi.

Ketika dunia bicara soal ketahanan pangan dan perubahan iklim, masyarakat Semende sudah lebih dahulu menanam jawabannya—dalam setiap bulir padi lokal yang tumbuh dari tangan para Tunggu Tubang.

Baca Juga: Panduan SPMB SMP Palembang 2025: Jadwal dan Jalur Masuk, Orang Tua Wajib Tahu

Tunggu Tumbang: Penjaga padi lokal Semende di tengah krisis iklim

Mengajak generasi muda

Di tengah ancaman krisis pangan global yang semakin nyata, peran generasi muda menjadi sorotan utama dalam upaya mitigasi yang berkelanjutan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri telah menekankan pentingnya keterlibatan anak muda sejak 2024, mengingat mereka adalah kelompok yang paling terdampak sekaligus memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan.

Di Palembang, sekelompok anak muda yang tergabung dalam komunitas Ghompok Kolektif menjawab panggilan tersebut dengan cara yang unik—melalui visual storytelling.

Mereka tengah menggarap sebuah film dokumenter dan buku foto bertajuk Tunggu Tubang Tak Akan Tumbang, yang mengeksplorasi kearifan lokal di wilayah Semende, Sumatera Selatan.

Baca Juga: Top 5 Daerah Tersembunyi di Sumatera Selatan yang Wajib Kamu Kunjungi

Proyek ini bukan sekadar dokumentasi budaya, tetapi juga menjadi media pembelajaran bagi 25 pemuda lokal yang dilibatkan secara aktif dalam proses kreatif.

Dengan dukungan dari Kementerian Kebudayaan, LPDP, dan Dana Indonesiana, karya ini diharapkan rampung akhir tahun dan akan dipublikasikan secara perdana di Palembang dan Semende.

“Kami ingin menunjukkan bahwa budaya lokal seperti sistem adat Tunggu Tubang punya nilai penting dalam menjaga ketahanan pangan dan ekologi,” ujar Prabu, salah satu inisiator.

Melalui lensa kamera dan narasi visual, Ghompok Kolektif berupaya membangun kesadaran bahwa krisis pangan bukan hanya soal pasokan makanan, tapi juga tentang keberlanjutan identitas, tanah, dan warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Makin Terancam

Kepunahan varietas padi lokal bukan sekadar kehilangan tanaman, melainkan juga hilangnya sejarah, pengetahuan leluhur, dan identitas budaya suatu komunitas.

Load More