SuaraSumsel.id - Langit Palembang pagi itu mendung, tapi semangat perlawanan tak pernah redup.
Ratusan aktivis lingkungan, mahasiswa, komunitas perempuan, dan warga berkumpul dalam satu barisan panjang yang membawa bola bumi raksasa menyusuri jalan-jalan utama kota.
Ini bukan sekadar pawai, ini adalah seruan dari akar rumput: Bumi sedang sekarat, dan kita tidak bisa diam.
Dalam rangka memperingati Hari Bumi 2025, WALHI Sumatera Selatan bersama lebih dari selusin organisasi dan komunitas menyuarakan perlawanan terhadap krisis ekologis yang semakin nyata dan brutal.
Di antara yang hadir adalah ROTAN, MASOPALA UNSRI, Himpala Dharmapala, Chakti, Solidaritas Perempuan Palembang, Women Crisis Center Palembang, HIMASYLVA UMP, BEM FE UNSRI, BEM FISIP UNSRI, Benah Palembang, Green Heroes Sriwijaya, Suara Mentari, dan Rumah Relawan Peduli.
Kepala Divisi Kampanye WALHI Sumsel Febrian Putra Sopahmenegaskan bahwa peringatan Hari Bumi tahun ini bukan sekadar seremonial, melainkan panggilan untuk menggugat ketimpangan dan ketidakadilan yang telah lama menyandera bumi dan rakyat Sumatera Selatan.
“Bencana ekologis yang kita hadapi bukan lagi semata peristiwa alam. Ini adalah hasil dari kebijakan yang timpang, pengabaian terhadap suara rakyat, dan kerakusan modal,” tegas Febrian saat membuka rangkaian aksi.
154 Kali Banjir, 11.786 Titik Api, dan Rakyat yang Terus Menanggung Derita
Sepanjang tahun 2024, Sumatera Selatan menghadapi 154 kejadian banjir di 14 kabupaten/kota, merendam lebih dari 91 ribu rumah dan mengganggu kehidupan 365 ribu jiwa.
Baca Juga: Duka Mendalam, Keuskupan Agung Palembang Serukan Doa untuk Paus Fransiskus
Di musim kemarau, situasi tak kalah parah: 11.786 titik api muncul, sebagian besar di lahan gambut yang telah rusak akibat pembukaan lahan oleh perusahaan. Air minum menjadi langka, udara beracun, tanah tercemar—semua ini bukan kebetulan.
Krisis ini, menurut WALHI, adalah gejala dari luka yang lebih dalam: ketimpangan penguasaan ruang. Dari total 8,3 juta hektar daratan di Sumatera Selatan, lebih dari 3,3 juta hektar telah dikuasai oleh perusahaan tambang batubara, perkebunan kelapa sawit, dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Rakyat dipinggirkan, tanah diambil, dan hutan-hutan dijadikan komoditas.
“Ketika hutan diganti HTI, rawa-rawa dijadikan perumahan elit, dan sungai menjadi saluran limbah tambang, maka wajar jika bencana datang tanpa henti,” kata perwakilan Benah Palembang.
Longmarch Bola Bumi, Pasar Gratis, dan Bibit Pohon: Simbol Harapan dan Perlawanan
Aksi di Palembang ini tidak hanya menghadirkan orasi dan protes, tetapi juga menghadirkan wajah lain dari perlawanan: solidaritas dan harapan.
Dalam kegiatan ini, para peserta menggelar pasar gratis untuk warga, pickup sampah di kawasan publik, serta pembagian bibit pohon sebagai upaya restorasi mikro.
Longmarch dengan membawa bola bumi raksasa menjadi simbol bahwa bumi bukan hanya sedang sakit, tetapi juga butuh kita peluk bersama.
“Kita ingin menunjukkan bahwa aksi lingkungan juga adalah aksi sosial. Bahwa perjuangan ekologis tak bisa dilepaskan dari keadilan sosial, dari hak atas air bersih, udara bersih, dan makanan sehat,” ujar perwakilan Suara Mentari.
Tuntutan Rakyat Sumsel untuk Keadilan Ekologis
Di tengah aksi tersebut, para peserta menyuarakan enam tuntutan yang menjadi inti perjuangan Hari Bumi 2025:
- Hentikan ekspansi industri ekstraktif, khususnya tambang batubara, kelapa sawit, dan HTI.
- Cabut izin perusahaan yang terbukti merusak lingkungan dan mencemari ruang hidup.
- Laksanakan pemulihan ekologis dan sosial dengan melibatkan masyarakat terdampak.
- Hentikan kriminalisasi warga dan beri sanksi kepada korporasi yang melakukan kejahatan lingkungan.
- Wujudkan reforma agraria sejati, kembalikan tanah dan ruang hidup kepada rakyat.
- Desak kepala daerah untuk menjadikan keadilan ekologis dan gender sebagai prinsip utama dalam pengambilan kebijakan.
Hari Bumi, Bukan Sekadar Tanggal di Kalender
Hari Bumi bagi rakyat Sumsel bukan sekadar seremoni.
Ini adalah perjuangan eksistensial: antara bertahan atau dihancurkan oleh kuasa modal dan negara yang abai.
Dari kota Palembang yang rutin kebanjiran karena rawa-rawa dibeton, hingga desa-desa yang kehilangan sumber air bersih karena tanah mereka digusur untuk tambang—semua merasakan dampaknya.
“Jika lahan terus dikapling untuk tambang dan sawit, jika rawa dan hutan terus dimusnahkan, maka banjir, kebakaran, dan penderitaan rakyat akan jadi keniscayaan. Tapi jika kita bersatu, bumi masih bisa diselamatkan. Sudah saatnya kita berpihak pada bumi dan rakyat, bukan pada modal dan kehancuran,” ujar Febrian.
Tag
Berita Terkait
-
Duka Mendalam, Keuskupan Agung Palembang Serukan Doa untuk Paus Fransiskus
-
Dampak Mengerikan 7 PLTU di Sumatera: Polusi Parah, Ribuan Nyawa Terancam
-
Ini Penjelasan Panjang Alex Noerdin Usai Diperiksa Kasus Pasar Cinde
-
Terpidana Korupsi Alex Noerdin Diperiksa Lagi, Kali ini Kasus Pasar Cinde
-
Anak Wali Kota Palembang Jadi Korban Pungli, Aparat Kena Sentil Pedas
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Duel Mobil Murah Honda Brio vs BYD Atto 1, Beda Rp30 Jutaan tapi ...
- Harga Mitsubishi Destinator Resmi Diumumkan! 5 Mobil Ini Langsung Panik?
- 41 Kode Redeem FF Max Terbaru 24 Juli: Klaim Skin Scar, M1887, dan Hadiah EVOS
Pilihan
-
Fenomena Rojali dan Rohana Justru Sinyal Positif untuk Ekonomi Indonesia
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta, Harga Murah Spek Melimpah
-
Kisah Unik Reinkarnasi di Novel Life and Death are Wearing Me Out
-
10 Model Gelang Emas 24 Karat yang Cocok untuk Pergelangan Tangan Gemuk
-
Selamat Tinggal Samba? Ini Alasan Gen Z Beralih ke Adidas Campus 00s & Forum Low
Terkini
-
Anti Belang & Kusam! 5 Sunscreen Juara untuk Wanita Hobi Lari Agar Wajah Tetap Kinclong
-
Selamat Tinggal Samba? Ini Alasan Gen Z Beralih ke Adidas Campus 00s & Forum Low
-
Pelestari Tunggu Tubang, Penjaga Adat dan Harapan Pangan Berkelanjutan di Sumatera Selatan
-
5 Rekomendasi Sepatu HOKA Terbaik untuk Remaja Putri: Nyaman dan Gaya untuk Tiap Aktivitas
-
5 Model Adidas 'Underrated' yang Bikin Kamu Tampil Beda dari Pengguna Samba