Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:07 WIB
Petugas dari Manggala Agni Daops Banyuasin berupaya memadamkan kebakaran lahan di Desa Muara dua, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Kamis (21/9/2023). [ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa]

Mendekati pertengahan tahun, suasa politik Sumsel juga kian ramai. Baru pada tahun ini, Sumsel menggelar Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) serentak yang digelar 18 pemilu. Selain pencoblosan Gubernur Sumsel dan wakil gubernur Sumsel juga digelar 17 pilkada kota dan kabupaten.

Suasana politik pun meramaikan Sumsel, seperti paslon yang maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada awalnya ialah hanya mantan gubernur dan mantan wakil gubernur Sumsel, yakni Herman Deru dan Mawardi Yahya. Dengan situasi awal ini, masyarakat Sumsel hanya dihadapkan pada dua pilihan petahana yang pernah memimpin Sumsel.

Herman Deru dan Mawardi Yahya ialah Gubernur dan Wakil Gubernur pada periode 2018-2023. Keduanya sempat berpasangan yang kemudian akhirnya masing-masing menjadi peserta Pilgub.

Baru kemudian saat tahapan pendaftaran paslon Eddy Santana Putra dan Riezky Aprilia muncul. Dengan demikian masyarakat Sumsel mendapatkan tiga paslon Pilgub Sumsel.

Baca Juga: Ibu Rumah Tangga di Muratara Lumpuh Setelah Ditusuk Suami Kecanduan Judol

Di Sumsel, dua kabupaten menggelar Pilkada dengan menghadirkan kotak kosong, yakni Kabupaten Ogan Ilir dan Empat Lawang. Pemilu serentak 2024 di Sumsel juga diwarnai hal yang ramai di media sosial.

Di kota Palembang, partisipasi Pilkada diakui KPU lebih rendah dibandingkan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). Pengamat Politik Universitas Sriwijaya, Ferdiansyah sempat menyingung mengenai fenomena politics fatigue alias kelelahan politik.

Dia berpendapat masyarakat terlalu jenuh dan lelah akan gejolak dan drama politik di sepanjang tahun yang menyelenggarakan pemilu bersamaan. Fenomena tersebut sepertinya terwakilkan dengan tindakan untuk tidak memilih (apolitis) atau menciptakan aksi suara rusak secara sadar di TPS  sebagai "penyelamatan" suara agar tidak disalahgunakan panitia pemilu.

Ferdian - panggilan Ferdiansyah juga menyebutkan apa yang dilakukan elit politik dan partai politik di Pilpres sebenarnya sudah menciptakan peta dan pola politik daerah meski ada juga yang kemudian tidak linier.

"Belum lagi misalnya drama paslon yang walkout saat debat, atau debat yang tidak substansi serta tak muncul program yang solutif," ucapnya.

Baca Juga: Viral Dokter di Palembang Tuding Penemu Ponsel Sebagai Pencuri, Ini Kronologinya

Pilgub Sumsel 2024 akhirnya diungguli oleh paslon Herman Deru dan Cik Ujang.

Menjelang akhir tahun, masyarakat Sumsel diramaikan dengan kasus penganiayaan dokter koas oleh supir orang tua dokter. Rekamanan pertengkaran antara dokter koas dan orang tua mengenai jadwal piket akhir tahun berujung pemukulan menjadi perhatian publik.

Publik kemudian dibuat geram karena pelibatan orang tua pada jadwal jaga rumah sakit yang menjadi kewajiban sang anak. Situasi yang dinarasikan adanya desakan orang tua yang belakangan diketahui sang ibu ialah pengusaha dan ayah ialah pejabat pemerintah di Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Peristiwa yang membuat publik akhirnya menguliti keluarga dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) ini. Belakangan KPK pun mengungkapkan jika sang ayah dokter koas yang menjabat Kepala Balai Jalan Nasional di Provinsi Kalimantan Barat juga tidak melaporkan sejumlah aset yang dimiliki.

Pengacara korban penganiayaan sopir orang tua dokter koas, Ridho memastikan jika kasus akan dilanjutkan sampai diperoleh keadilan hukum. "Ibu dokter koas Lady juga bisa dikenakan hukuman, tapi semuanya tergantung pada penyidik dan proses penyidikannya," ucapnya.

Dari penegakkan hukum,  kasus korupsi LRT Sumsel menarik perhatian publik. Sarana transportasi yang menjadi salah satu ikon kota Palembang tersebut dirudung dengan aroma korupsi dalam pengerjaannya. Negara disebut mengalami kerugian mencapai Rp1,3 triliun.

Load More