SuaraSumsel.id - Provinsi Aceh memang dikenal sebagai provinsi paling barat punya sejarah perjuangan dan kontribusi yang signifikan pada masa awal kemerdekaan Indonesia.
Kabupaten Bireuen di Aceh, bahkan sempat menjadi Ibu Kota Negara pada 1948 ketika Presiden Soekarno hijrah dari Yogyakarta ke Aceh menyusul agresi militer Belanda ketika itu.
Dalam catatan sejarah, Indonesia mempunyai pesawat terbang pertama jenis Dakota C-47 dari sumbangan saudagar dan rakyat Aceh yang disebut "Dakota RI-001 Seulawah."
Namun pada 13 Juni 2022, muncul unggahan foto pada akun Twitter @AcehPotrait yang menampilkan kuitansi bukti Presiden Soekarno berhutang 400 kilogram emas kepada seorang pengusaha Aceh yang diterbitkan oleh Bank Negara Indonesia pada 1941.
Unggahan itu telah disukai oleh lebih dari dua ribu pengguna lain dan diunggah kembali oleh lebih dari seribu pengguna lain Twitter.
Berikut adalah narasi pada unggahan tersebut:
“BUKTI KWITANSI PRESIDEN INDONESIA SOEKARNO BERHUTANG 400 Kg EMAS PADA SEORANG PENGUSAHA (LEUBE ALI) REMPELAM, RAKIT GAIB, GAYO LUES MELALUI ANGGOTA BPUPKI PADA TAHUN (1941) DI TAKENGON ACEH TENGAH.
Bila orang tua telah tiada, maka hutang duniawi tanggung jwb ahliwaris.”
Lantas, benarkah foto tersebut merupakan kuitansi utang Presiden Soekarno dari pengusaha Aceh yang diterbitkan Bank Negara Indonesia pada 1941?
Penjelasan:
Kuitansi yang diklaim sebagai bukti utang Presiden Soekarno pada 1941 itu tidak benar, karena Indonesia baru menyatakan kemerdekaan pada 1945.
Baca Juga: Detik-Detik Lima Rumah di Jalinteng Sumsel Terbakar Akibat Ditabrak Truk Solar yang Terbalik
Bank Negara Indonesia (BNI) yang disebutkan penerbit kuitansi itu berdiri pada 5 Juli 1946. BNI menjadi bank pertama milik negara yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum.
Dengan begitu, BNI tidak dapat menerbitkan surat-surat yang sah sebelum 1946.
Tahun 1941 merupakan tahun ketika Belanda masih menjajah Indonesia. Wilayah jajahan itu masih bernama “Hindia Belanda” atau Nederlandsch Indie.
Pada 1941 pula, Soekarno masih dalam masa pengasingan di Bengkulu sejak 1938-1942 karena pemikirannya dianggap membahayakan Belanda.
Di sisi lain jelang Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) baru dibentuk oleh Jepang pada 29 April 1945 dan diketuai oleh Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat.
Dengan demikian, unggahan yang mengklaim kuitansi utang Soekarno yang diterbitkan Bank Negara Indonesia tahun 1941 adalah salah atau hoaks.
Berita Terkait
-
Unik, Sawah di Bergas Semarang Berbentuk Presiden Soekarno
-
Rayakan Bulan Bung Karno, Warga Desa Bergas Tanam Padi Bergambar Soekarno
-
Presiden Jokowi Unggah Foto dengan Joe Biden dan Emmanuel Macron, Publik: Ikutin Jejak Soekarno
-
Fakta Menarik Rima Melati: Teman Sekolah Gus Dur, Nama Panggung Diberi Soekarno
-
Demokrat Sebut PDIP Ingkari Prinsip Soekarno, Bahas Pidato Tukang Bakso, Vlog Puan hingga Soal Koalisi PKS-Demokrat
Terpopuler
- RESMI! PSSI Tolak Pemain Keturunan ini Bela Timnas Indonesia di Ronde 4
- 5 Sepatu Adidas Terbaik 2025: Ikonik, Wajib Dimiliki
- 41 Kode Redeem FF Max Terbaru 22 Juli: Klaim Skin Evo dan Bundle Squid Game
- Rp6 Juta Dapat Motor BeAT Bekas Tahun Berapa? Ini Rekomendasinya!
- 47 Kode Redeem FF Terbaru 22 Juli: Ada Skin SG, Reward Squid Game, dan Diamond
Pilihan
-
Harga Emas Antam Terus Melorot, Hari Ini Rp 1.934.000 per Gram
-
Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
-
Ekslusif: Melihat dari Dekat Aksi Mohamed Salah dkk di Kai Tak Stadium Hong Kong
-
4 Rekomendasi Mobil Bekas 20 Jutaan, Aura Jadul dengan Kegagahan di Jalanan
-
Terseret Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Kepala SMAN 6 Solo: Saya Paling Lama Diperiksa
Terkini
-
5 Rekomendasi Sepatu Lari di Bawah Rp 500 Ribu Untuk Ibu Rumah Tangga yang Aktif
-
7 Skincare Pria Terbaik untuk Wajah Berminyak dan Kusam
-
Camat dan 22 Kades Ditangkap Saat Rapat HUT RI, Dugaan Pungli Dibongkar Kejaksaan
-
Efek K Pop! Ini Deretan Sepatu yang Dipakai Idol Korea dan Langsung Sold Out
-
Polisi Jadi Korban Tipu Istri Polisi di Sumsel, Uang Lenyap PTDH di Depan Mata