SuaraSumsel.id - Sepanjang Februari 2022 harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional melambung tinggi. Kondisi ini diakui mendorong ekspor besar-besaran CPO termasuk dari Sumatera Selatan atau Sumsel.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Sumatera Selatan, M Yunus.
"Ketika harga CPO dunia lagi naik dan banyak dibutuhkan, kemungkinan ekspor sedang besar-besaran dilakukan para eksportir," ujarnya saat dihubungi Suara.com, Senin (28/2/2022).
CPO lebih banyak dijual ke pasar dunia sebab harga jual ekspor lebih tinggi daripada domestik.
"Melalui peraturan kementerian perdagangan itu pemerintah menetapkan harga jual CPO untuk pabrik minyak goreng dalam negeri hanya Rp9.700 dibanding harga ekspor Rp16.000. Itulah kenapa penjual lebih tertarik untuk ekspor," jelasnya.
Penyerapan CPO lebih banyak untuk biodiesel sebesar 20 juta ton dan minyak goreng 13 juta ton dari produksi per tahun sekitar 45 sampai 50 juta ton.
"Sisanya sekitar 15 juta ton untuk di ekspor. Itu saya tidak punya datanya, tetapi dalam penyajiannya kira-kira begitu," sampainya.
Akibat kenaikkan CPO tersebut juga berdampak baik bagi para petani. Yunus mengatakan secara otomatis tandan besar sawit (TBS) mengalami kenaikkan harga.
"Ketika CPO mengalami kenaikkan otomatis berimbas kepada para petani, harga TBSnya juga naik," lanjutnya.
Baca Juga: Pengusaha Arifin Panigoro Meninggal Dunia, Pernah Ungkap Mulai Bisnis Minyak dan Gas dari Sumsel
Yunus menjelaskan harga TBS sebelum terjadinya kenaikkan sekitar Rp2.500 per kilogram, sementara sekarang menjadi Rp3.500, atau mengalami kenaikan 40 persen peningkatan.
Kendati demikian, kenaikkan TBS menjadi penyebab harga sarana produksi, seperti harga pupuk mengalami peningkatan hingga 90 persen bahkan ganti harga dua kali lipat.
"Naik luar biasa pupuk saat ini. Padahal menurut petani tidak ada hubungannya pupuk naik tajam bahkan lebih dari kenaikkan CPO," papar Yunus.
Saat ini disampaikan Yunus, harga pupuk dari Rp4.000 per kilogram menjadi Rp8.000, bahkan ada yang menginjak Rp10.000.
Karena hal itu, Yunus mengakui kalau para petani menganggap tidak adanya keseimbangan antara harga pupuk tinggi dengan naiknya TBS saat ini.
"Selain mahal, pupuk juga susah untuk di dapat. Tidak berimbang, jadi boleh dibilang hampir tidak ada artinya kenaikkan sawit dengan peningkatan harga pupuk. Karena 60 persen biaya produksi itu ialah pupuk," sambungnya.
Berita Terkait
-
Pengusaha Arifin Panigoro Meninggal Dunia, Pernah Ungkap Mulai Bisnis Minyak dan Gas dari Sumsel
-
Ketua KPK Firli Bahuri Turut Hadiri Peresmian Jembatan Air Lontar di OKU, Ada Apa?
-
Ajak Kembali ke Angkutan Massal, Kemenhub Bagikan Kartu Berlangganan LRT pada ASN dan Mahasiswa Rp25.000
-
Prakiraan Cuaca Sumsel 28 Februari 2022, BMKG: Hujan Sedang hingga Lebat Disertai Petir dan Kilat
-
Minyak Goreng di Sumsel Langka, Pengamat Ekonomi Unsri: Pemerintah Lagi Adu Kuat Sama Pengusaha
Terpopuler
Pilihan
-
Profil Riccardo Calafiori, Bek Arsenal yang Bikin Manchester United Tak Berkutik di Old Trafford
-
Breaking News! Main Buruk di Laga Debut, Kevin Diks Cedera Lagi
-
Debut Brutal Joan Garcia: Kiper Baru Barcelona Langsung Berdarah-darah Lawan Mallorca
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
Terkini
-
Ternyata Cuma 7 Langkah! Rahasia Ombre Lips Korea Sempurna untuk Pemula
-
Bukan Lagi di Jalan Raya, Anak Muda Sumsel Kini Punya Sirkuit untuk Adu Nyali Balap
-
Bibir Gelap atau Kering? Ini Trik Ombre Lips Korea Untukmu
-
Di Balik Riuh Festival Bidar Palembang: Tradisi yang Menyatukan dan Menghidupi
-
Mencekam di Gelora Sriwijaya Palembang! Tali Bendera Gagal Terikat, Merah Putih Nyaris Jatuh