Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 28 Desember 2021 | 16:01 WIB
Tanaman nyamplung di Desa Peringgi Talang Nangka, OKI Sumsel [Suara.com/Tasmalinda]

Selain di Pulang Pisang, tanaman Nyamplung juga ditanam di Kalampangan, Palangkaraya. Namun di dua lokasi ini, tanaman Nyamplung berasal dari dua indukan tanaman yang berbeda.

Dari hasil penanaman yang dilakukan sejak tahun 2016, tanaman Nyamplung mampu hidup di lahan gambut di Pulau Kalimantan. Kemampuan hidup (survival rate) mencapai 90 persen. “Dari uji coba ini, Nyamplung bisa dikatakan tumbuh di lahan gambut dengan kriteria gambut di Pulau Kalimantan,” ujarnya.

Untuk di Desa Perigi Talang Nangka, Pangkalan Lampam Sumatera Selatan ini, biji Nyamplung berasal dari Dompu, Nusa Tenggara Barat. Benih ini berbeda dibandingkan tanaman Nyamplung yang sudah terlebih dahulu di tanam di Pulau Kalimantan. Selain Nyamplung, juga ditanam delapan varietas hutan lainnya di lahan gambut tersebut.

Tanaman Nyamplung di Sumatera Selatan mulai ditanam pada awal tahun 2018 lalu. Berdasarkan perkembangannya, diketahui kemampuan hidupnya lebih tinggi dari uji coba tanaman Nyamplung di Pulau Kalimantan, yakni di atas 90 persen.

Baca Juga: Ditantang Maju di Pilgub Sumsel, Ketua Demokrat Cik Ujang: Harus Hitung Kalkulasi

Selain sudah mampu beradaptasi di lahan Gambut, plot penelitian yang bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya (Unsri) masih harus membuktikan proses generatif tanaman Nyamplung-nya.

Jika dibandingkan di Kalimantan,Nyamplung mulai berbunga atau berbiji di tahun keempat. Sementara di Sumatera Selatan, baru berusia tiga tahun.

“Penelitian ini mulanya, bagaimana menentukan komoditas yang sesuai untuk restorasi/pemulihan lahan gambut yang sudah rusak (terdegradasi) gambut, sehingga dicoba beberapa jenis tanaman, termasuk tanaman kayu atau kehutanan seperti Nyamplung. Saat ini, tinggal menunggu proses generatifnya,” katanya.

Tanaman Nyamplung di Pulau Kalimantan sudah ada yang memperlihatkan perkembangan generatif seperti muncul buah dan bunga.

“Untuk lahan gambut memang beda, karena unsur nutrisi rendah. Butuh waktu lebih dari 3 tahun untuk berbuah atau berbunga, jika berdasarkan pengalaman di Pulau Kalimantan,” imbuhnya.

Baca Juga: Palembang Diguyur Hujan Sore Ini, Berikut Prakiraan Cuaca Sumsel 28 Desember 2021

Selain berpotensi untuk restorasi lahan gambut, tanaman Nyamplung juga menjadi sumber energi nabati yang sudah lebih dahulu diproses menjadi biofuel. 

Petani Desa Peringgi Talang Nangka, OKI Sumsel kembangkan nyamplung [Suara.com/Tasmalinda]

Tanaman Nyamplung menjadi salah satu tanaman sumber energi nabati yang dikembangkan di Sumatera Selatan, setelah tanaman Jarak.

Peneliti ahli utama Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Budi Leksono mengatakan nyamplung di Sumatera Selatan tengah diuji coba di lahan gambut. Selain memperbaiki kerusakan sekaligus mampu menjadi bahan bakar nabati selain tanaman sawit.

Potensi bahan bakar nabati Nyamplung sebenarnya berpotensi di seluruh Indonesia, terutama di lahan kritis. Kelebihan tanaman Nyamplung di antaranya produksi buah yang banyak, mampu berbuah sepanjang tahun, sekaligus rendemen minyak tinggi antara 30=74 persen sekaligus limbahnya bisa didaur ulang.

Dalam webinar daring yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Yayasan Madani Berkelanjutan, belum lama ini, Nyamplung diceritakan sudah mampu menghasilkan minyak yang berkualitas serta pernah diuji coba pada kendaraan.

“Di Sumsel ini, Nyamplung ditanam di lahan-lahan gambut yang pernah terbakar dan tentu mengalami degradasi, yang kemudian harus dipulihkan. Tanaman Jarak dan Nyamplung, sama-sama sumber energi nabati, namun Nyamplung lagi diuji coba ditanam di lahan gambut kritis, dengan tujuan manfaat lainnya,” tutupnya.

Load More