SuaraSumsel.id - Setelah tiga hari mogok berjualan karena harga kedalai yang tinggi, hari ini pedagang tahu dan tempe di Palembang, Sumatera Selatan kembali berjualan.
Para pedagang mogok karena harga kedelai mencapai Rp 9.300 per kilogram.
Yitno, salah seorang pedagang tempe di Pasar Perumnas Palembang, mengatakan sejumlah pedagang memutuskan tidak berjualan selama tiga hari terakhir karena harga kedelai tinggi.
“Ada naik Rp2.500 per kilogram, jadi kami pilih mogok jualan dulu dengan harapan harga turun, tapi ternyata harga tetap saja sama masih tinggi,” kata Yitno dilansir ANTARA.
Kenaikan harga bahan baku tersebut membuat dirinya terpaksa menaikkan harga jual hingga Rp1.000 per potong.
Dari sisi pembeli tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Walau demikian, keuntungan sebagai pedagang tetap berkurang. “Tidak bisa terlalu mahal, ini biasa jual Rp4.000 per potong ditambahi jadi Rp5.000 per potong,” kata dia.
Rudi, pedagang tempe di Pasar Lemabang Palembang juga membenarkan hal tersebut.
Sejak tiga hari lalu ia tidak berjualan tempe, dan baru berjualan lagi hari ini.
Baca Juga: Ini Makna Jersey PS Palembang, Dikenalkan Usai Klub 10 Tahun Vakum
“Ini tempenya masih baru semua, karena baru buat hari ini,” kata dia.
Rudi dan sejumlah pedagang lain mendapatkan informasi dari pengelola koperasi bahwa harga kedelai akan bergerak naik lagi yang diperkirakan bakal tembus Rp10.000/kg.
Ayu, salah seorang pembeli di Pasar Perumnas mengatakan dirinya dalam beberapa hari terakhir tidak menjumpai tempe dan tahu di pasar.
“Bahkan di warung pun tak ada, saya baru tahu kalauada mogok. Ini harga sudah naik, ya tidak masalah baru naik Rp1.000 per potong,” kata Ayu.
Paguyuban Pengusaha Tempe di Palembang sepakat melakukan aksi mogok produksi dan jualan tempe sejak 11 Januari 2021 menanggapi harga kedelai yang meningkat pesat tanpa terkendali, dan membuat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tempe terus merugi.
Mogok berjualan tempe juga pernah terjadi pada 2003, 2008 dan terakhir pada 2011 lantaran pemerintah menyerahkan impor kedelai ke pasar bebas, sehingga harga menjadi tak stabil (ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Bibir Kering Kerontang Gara-gara Lip Matte? Stop Siksa Diri! Coba 5 Formula Ajaib Ini
-
Dikira Diculik Aparat, Demonstran Hilang Ternyata Merantau Jadi Nelayan, Minta Maaf ke Ibu
-
Bank Sumsel Babel Gandeng Pemprov Gelar Pasar Murah, Warga Diserbu Sembako Murah
-
Wajahmu Bebas Kilap Seharian atau Cuma 2 Jam? Mungkin Kamu Salah Pilih Bedak
-
Dekan FH Unsri & Dosen Polsri Dipanggil KPK, Kasus Korupsi Jalan di Muba Kian Panas