Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Jum'at, 08 Januari 2021 | 14:58 WIB
Petani memanen buah kelapa sawit di ladangnya, Nagari Tapakis, Padangpariaman, Sumbar. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

SuaraSumsel.id - Bahan bakar biodiesel tengah gencar dikenalkan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Permintaan bahan bakar berasal dari kelapa sawit semakin meningkat dewasa ini.

Pemerintah mengenalkan biodiesel dengan komposisi minyak sawit yang terus ditambah, misalnya B-20  dengan percampuran biodiesel 20 persen, B-30 dengan percampuran biodiesel 30 persen hingga akhirnya B-100, atau keseluruhannya berasal dari sawit.

Dengan permintaan pasar yang terus meningkat, komoditas sawit masih bermasalah di sektor hilirnya.

Manajer Projec Perhimpunan Lingkar Hijau, Hadi Jatmiko mengatakan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar mengatur mengenai pencampuran bahan bakar solar dengan biodiesel secara bertahap.

Baca Juga: Dugaan Kerja Paksa, AS Larang Impor Minyak Sawit dari Perusahaan Malaysia

Yakni, mulai dari 20 persen atau dikenal B20 pada tahun 2016 lalu hingga sampai 100 persen atau B-100.

"Pemerintah juga telah mengeluarkan KepMen ESDM Nomor 252.K/10/MEM/ 2020 terkait tentang Penetapan Bahan Usaha (BU) BBM dan BU BBN jenis biodiesel serta alokasi besaran volume untuk pencampuran bahan bakar minyak jenis solar," terang Hadi.

Pada paparannya terdapat 20 badan usaha ditunjuk sebagai penyedia biodiesel.

"Kebijakan Kementerian ESDM dengan menunjuk 20 BU Penyedia Biodiesel dan BU Penyalur Biodiesel (B30) akan berdampak buruk terhadap lingkungan hidup dan menambah deretan konflik agraria di Indonesia," paparnya.

Adapun badan usaha yang ditunjuk sebagai pemasok dan penyalur Biodiesel masih banyak tak menjalankan komitmen lingkungan hidup khususnya komitmen kebijakan terkait NDPE atau dikenal No Deforestation, No Peat, and No Exploitation.

Baca Juga: FPI Tamat, Muhammadiyah: Jangan Hanya Tegas dengan FPI, Ormas Lain Juga

NDPE dikenal sebagai kebijakan agar komoditas sawit tidak lagi menyebabkan deforestasi, tidak ditanam di lahan gambut, dan tidak terjadi mengekploitasi atas hak-hak sipil.

"Bahan usaha berkomitmen NDPE pun masih banyak melanggar," ungkapnya.

Karena itu, kata Hadi, pengenalan dan kampanye mengenai biodiesel bersih juga harus dikenalkan pada komunitas masyarakat berbasis agama islam, seperti ormas Pemuda Muhammadiyah Sumsel.

Ketua Pimpinan wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumsel, Ihksan Jauhari mengatakan secara prinsip, pemuda Muhammadiyah akan melanjutkan programnya bisa lebih nyata ke depannya. Keterlibatan publik guna memastikan biodiesel agar tepat sasaran.

"Apa yang menjadi fokus Lingkar Hijau dengan PWPM Sumsel, bahkan PWPM Sumsel sudah terdapat bidang Lingkungan Hidup bahkan departemen Lingkungan dan Kehutanan," ucapnya.

Load More