SuaraSumsel.id - Disebut, berpikir tentang kematian justru bisa juga membuat seseorang menjadi lebih bahagia. Wah, bagaimana maksudnya?
Menurut seorang akademisi, merenungkan kematian sebenarnya dapat membantu seseorang menjalani hidup yang lebih baik.
Steve Taylor, seorang dosen senior psikologi di Leeds Beckett University di Inggris, telah menemukan bahwa selamat dari ancaman kematian atau memikirkannya dengan serius dapat memiliki efek positif.
Menulis dalam The Conversation, Taylor menyampaikan bahwa orang-orang yang pernah mengalami 'hampir' mati, entah karena kecelakaan atau penyakit serius, cenderung tidak meremehkan nyawa atau orang yang dicintai begitu mereka pulih.
Baca Juga: 6 Hal Aneh yang Bikin Pernikahan Bahagia, Salah Satunya Punya Tulang Kuat
Pada akhirnya, mereka mulai hidup dengan sepenuh hati dan itu berarti menghargai hal-hal kecil dalam hidup.
"Mereka juga memiliki pemahaman yang lebih luas, sehingga kekhawatiran yang menindas mereka sebelumnya tidak lagi penting. Dan mereka menjadi kurang materialistis dan lebih altruistik. Hubungan mereka menjadi lebih intim dan otentik," kata Taylor dikutip dari Metro.
Menurutnya, dampak itu tidak hanya berpengaruh pada para penyintas. Tetapi juga bisa melindungi orang-orang dengan gangguan psikologis yang berat.
Setiap budaya dan agama memiliki cara masing-masing dalam menyikapi kematian. Profesor Taylor menyarankan untuk memikirkan fakta bahwa prosesi pemakaman juga akan menjadi takdir setiap orang suatu hari nanti.
Sehingga mereka memahami betapa berharganya kehidupan dan betapa tidak ada gunanya terikat pada dunia fisik.
Baca Juga: Sampai Ganti Nama, Kisah Ibu Bahagia Sudah Setahun Menikah dengan Pohon
"Semakin banyak kita membahas kematian, semakin banyak pula manfaat yang bisa kita peroleh dari pola pikir itu. Kita menjadi kurang takut, kurang terikat dan lebih puas," ucapnya.
Bagi Taylor, ketakutan akan kematian dapat menghentikan seseorang untuk benar-benar hidup. Namun, itu adalah keniscayaan yang tak terhindarkan. Sebab kematian ada di mana-mana dan sepanjang waktu.
"Menyadari kematian kita sendiri dapat menjadi pengalaman yang membebaskan dan membangkitkan. Secara paradoks, mungkin tampak membantu kita untuk hidup secara otentik dan sepenuhnya, mungkin untuk pertama kalinya dalam hidup kita," jelas Taylor.
Berita Terkait
-
Kenali Penyakit Kanker Serviks, IDI Borong Berikan Informasi Pengobatan
-
Takut Riya', Iqbaal Ramadhan Sempat Enggan Beberkan Alasan Gunduli Rambut
-
Apa Dampak Pola Asuh Permisif seperti yang Diterapkan Orang Tua Lady Aurellia? Ini Kata Psikolog
-
Terpidana Mati Joseph Corcoran Ucap Kata Terakhir yang Mengharukan saat Hendak Deksekusi
-
Psikolog Blak-blakan Sebut Orang Tua Lady Aurellia Terapkan Pola Asuh Permisif, Apa Itu?
Terpopuler
- Beda Ajaran Gus Miftah dan Ustadz Abdul Somad soal Natal Jadi Sorotan: Kelihatan yang Nggak Berilmu
- Gaya Dakwah Diledek Gus Miftah, Ustaz Maulana Malah Diundang Ceramah di Tasyakuran 4 Bulanan Erina Kaesang
- Elkan Baggott: Semoga Ketua Umum PSSI Mengerti Alasan Saya...
- Lukman Sardi Peluk Kristen Pulang Umrah, Kini Ajak Desta Pindah Agama: Biar Hidup Lu Benar!
- Thom Haye Ngamuk ke Pemain Lokal: Saya Capek!
Pilihan
-
Permohonan Kasasi Ditolak Mahkamah Agung, Ribuan Buruh PT Sritex Syok
-
3.000 Karyawan PT Sritex Grup Sudah di Rumahkan, Sejumlah Unit Berhenti Total karena Bahan Baku Habis
-
Indra Muhammad Datang, Skuad Kesatria Bengawan Solo Makin 'Mewah'
-
Pasca Putusan Pailit Inkrah, Bos BNI Ungkap Nasib Utang Rp374 Miliar di Sritex
-
Timnas Indonesia Harus Menang Lawan Filipina, Shin Tae-yong: Bohong Kalau...
Terkini
-
Medco E&P Konsisten Dukung Pendidikan 7.190 Mahasiswa dan Guru Honorer
-
Kakek 67 Tahun Tega Cabuli Anak Tunarungu Wicara di Palembang, Diiming Uang
-
Bank Sumsel Babel Fokus pada Pengembangan Kopi Pagar Alam di 2025
-
Belajar Food Styling: Pempek Palembang Tampil Berkelas di Festival Fotografi
-
Sumatera Selatan Raih Anugerah Kebudayaan: Apresiasi Pemajuan Budaya Lokal