SuaraSumsel.id - Terungkapnya kasus oknum Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur yang diduga melakukan pencabulan anak di bawah umur memunculkan kekhawatiran tersendiri.
Pasalnya, rumah aman yang awalya dibuat agar bisa menjadi tempat berlindung bagi korban anak maupun perempuan yang mengalami pelecehan seksual, justru jadi tempat yang semakin memperburuk keadaan dari korban.
Kini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tercanma hukuman kebiri hingga hukuman mati akibat perbuatan bejatnya tersebut.
Dijelaskan oleh Deputi Perlindungan Anak KemenPPPA Nahar, bila seseorang atau suatu badan yang seharusnya memiliki tugas melindungi korban justru menjadi pelaku kekerasan seksual maka bisa mendapatkan pemberatan hukuman. Pendapatnya ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang diinisiasi pula oleh KemenPPPA tentang Perlindungan Anak.
Hal ini tertuang dalam pasal 81 ayat (3) sampai dengan Pasal 81 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang mentapkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 berkaitan dengan Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, menyatakan bahwa jika pelaku merupakan aparat yang menangani perlindungan anak maka ancaman pidananya diperberat 1/3 dari ancaman pidananya atau maksimal 20 tahun, bahkan sampai dengan dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan, pelaku kekerasan seksual terhadap anak terancam denda paling banyak Rp5 miliar dengan tambahan pidana kurungan maksimal 15 tahun dan paling sedikit 5 tahun.
Hukuman tersebut bisa ditujukan kepada 8 pihak sebagai berikut, orang-orang terdekat anak , diantaranya orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama.
Undang-undang tersebut juga dijelaskan apabila kekerasan seksual dilakukan berkali-kali hingga mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi. Namun, apabila menyebabkan korban meninggal dunia, maka pelaku bisa dihukum penjara paling singkat 10 tahun, atau penjara seumur hidup hingga hukuman mati.
"Itu (pasal tuntutan) ranah penyidik biarkan penyidik bekerja, lalu bisa dibuktikan bisa kena pasal berapa aja, tapi yang saya dapatkan baru menggunakan 76D artinya berkaitan dengan persetubuhan," pungkas Naha.
Baca Juga: Kementerian PPPA Minta Pelaku Pemerkosa Anak di Lampung Dikebiri
Berita Terkait
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- 22 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 12 Oktober: Klaim Pemain 112-113 dan Jutaan Koin
Pilihan
-
Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Kamera Terbaik Oktober 2025
-
Keuangan Mees Hilgers Boncos Akibat Absen di FC Twente dan Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Tahan Air dengan Sertifikat IP, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Selamat Tinggal Mal! 5 Bisnis di Lorong Sempit Palembang yang Omzetnya Gila-gilaan
-
Kasus Penipuan Rp1,8 Miliar? Transportir BBM Desak Polisi Pangkat Aipda Ditetapkan Tersangka
-
Harga Emas di Palembang Tembus Rp13 Juta per Suku, Warga Malah Ramai Memborong
-
Budget Cuma Sejuta? Ini 5 Trik Biar Dapat HP Murah Tapi Nggak Murahan
-
Kabar Gembira untuk Pekerja Sumsel! UMP 2026 Diusulkan Naik 8 Persen, Tambah Rp200 Ribu Lagi