SuaraSumsel.id - Suasana duka menyelimuti Desa Karang Dapo, Kecamatan Peninjauan, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel), Minggu (25/5/2025).
Dua pelajar SMA, Alfarez Benzema (15) dan Muhammad Afgan (16), tewas tragis setelah sepeda motor yang mereka kendarai tertabrak Kereta Api Batubara Rangkaian Panjang (Babaranjang) pada Sabtu (24/5/2025) malam.
Kapolres OKU AKBP Endro Aribowo, mengungkapkan bahwa laporan kecelakaan diterima pihaknya pada pukul 23.56 WIB.
Keduanya tengah mengendarai sepeda motor Honda Beat hitam dengan nomor polisi BG 3394 FAI, usai menghadiri kegiatan di luar rumah.
Baca Juga:Muba Dukung Legalisasi Sumur Rakyat, Tinggal Tunggu Restu Pemerintah Pusat
Saat melintasi jalur kereta di KM 263+8/9 Petak Jalan Karang Dapo, kendaraan mereka menghantam rel—tepat saat Babaranjang melaju kencang dari arah Lampung menuju Palembang.
“Dari hasil pemeriksaan awal, diketahui palang pintu perlintasan tidak dijaga petugas. Dugaan sementara, korban mencoba menerobos lintasan tanpa menyadari kedatangan kereta dari arah berlawanan,” jelas Kapolres.
Kedua korban sempat dievakuasi oleh warga dan dibawa ke puskesmas terdekat. Namun, luka parah yang diderita membuat nyawa mereka tak tertolong.
Lintasan Tanpa Penjaga, Ancaman Nyata
Perlintasan tempat kejadian dikenal sebagai salah satu jalur kereta aktif di wilayah OKU.
Baca Juga:Bank Sumsel Babel Bagi-Bagi Hadiah di Digital Kito Galo, Buka Tabungan Dapat Sepeda
Namun, seperti banyak titik serupa lainnya, lintasan ini tak memiliki palang otomatis atau petugas jaga. Warga sekitar mengaku sudah lama mengkhawatirkan keselamatan pengguna jalan, terutama pelajar yang sering melintas usai sekolah atau kegiatan malam hari.
“Sudah sering kami sampaikan ke pihak desa agar ada penjagaan. Apalagi kalau malam, gelap dan sepi. Ini bukan yang pertama kejadian di sini,” ujar Hartono, warga Karang Dapo.
Kecelakaan ini kembali menyoroti minimnya fasilitas pengaman di perlintasan sebidang, khususnya yang dilalui KA Babaranjang, yang dikenal dengan rangkaiannya yang panjang dan laju yang stabil tinggi.
Tanpa palang otomatis dan petugas, risiko kecelakaan sangat tinggi, apalagi jika pengguna jalan nekat menerobos lintasan.
Polisi Lakukan Olah TKP dan Identifikasi Masinis
AKBP Endro menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengantongi identitas masinis serta asisten masinis KA Babaranjang yang terlibat dalam insiden tersebut.
Namun, pihaknya menegaskan bahwa kecelakaan ini murni akibat kelalaian pengguna jalan.
“Tidak ada indikasi kelalaian dari pihak masinis. Ini murni karena korban menerobos lintasan tanpa memastikan kondisi aman,” katanya.
Kedua jenazah kini telah dimakamkan di TPU Desa Karang Dapo, dan keluarga korban masih dalam kondisi terpukul.
Di rumah duka, isak tangis pecah dari kerabat dan teman sekolah yang tak menyangka dua pemuda ceria itu akan pergi secepat ini.

Tragedi yang Harus Jadi Peringatan
Peristiwa memilukan ini menambah daftar panjang korban jiwa di perlintasan kereta api tanpa penjaga di Indonesia. Lembaga Keselamatan Transportasi Darat pun telah berulang kali mengingatkan perlunya peningkatan pengamanan di jalur-jalur rawan kecelakaan.
“Harus ada keseriusan pemerintah daerah dan PT KAI untuk mengamankan perlintasan sebidang, minimal dengan palang otomatis dan lampu peringatan,” kata pengamat transportasi dari Universitas Sriwijaya, Deni Arfandi.
Kini, masyarakat Karang Dapo hanya bisa berharap agar kejadian serupa tak terulang kembali di masa mendatang. Kematian tragis Alfarez dan Afgan bukan hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga mereka, tetapi juga mengguncang kesadaran seluruh warga desa akan pentingnya keselamatan di perlintasan kereta api.
Dua remaja yang dikenal ramah dan aktif di lingkungan sekolah itu meregang nyawa di tempat yang seharusnya bisa mereka lewati dengan aman.
Tragedi ini menjadi pengingat pahit bahwa di tengah derasnya laju pembangunan dan modernisasi transportasi, masih banyak titik rawan yang luput dari perhatian.
Minimnya fasilitas pengaman seperti palang otomatis, sinyal suara, dan penjagaan manusia menjadi celah fatal yang bisa merenggut nyawa kapan saja.
Warga kini berharap agar pemerintah daerah, bersama PT KAI dan instansi terkait, mengambil langkah konkret untuk memperbaiki sistem keamanan di perlintasan sebidang, terutama di desa-desa terpencil.
Keselamatan warga, terutama generasi muda, harus menjadi prioritas utama agar peristiwa memilukan seperti ini tidak kembali terulang dan mengoyak hati banyak keluarga lagi.