SuaraSumsel.id - Biodiesel yang merupakan sumber energi pencampuran nabati atau tumbuhan hendaknya mengedepankan aspek penyelesaian permasalahan di hulu sawit.
Dalam menyongsong pencampuran hingga 100 persen atau murni nabati, komoditas sawit di Sumatera selatan masih menghadapi tantangan.
Penciptaan energi pengganti bahan bakar fosil ini, kata Manajer Program Perkumpulan Lingkar Hijau, Hadi Jatmiko harus juga menyelesaikan permasalahan di sektor hulu sawit.
Di Sumatera Selatan, permasalahan hulu sawit sawit sangat kompleks, seperti halnya pembukaan lahan yang terjadi di kawasan gambut, pembukaan lahan dengan pembakaran, kepatuhan moratorium sawit, hingga penyelesaian konflik-konflik lahan berkepanjangan dengan masyarakat.
Baca Juga:Positif Corona, 66 Lansia Dibawa ke RSUK Duren Sawit Pakai Bus Sekolah
"Sehingga sawit tidak hanya dimaknai sebagai produksi akhir, namun hilirnya bermasalah," katanya saat menjadi pembicara di outlook series jurnalis 2021 yang digelar AJI Palembang, Selasa (29/12/2020).
Pencampuran biodiesel, yang dikenal mulai dari pencampuran 20 persen atau dikenal B-20, B-30 sebagai pencampuran 30 persen, hingga mencapai 100 persen atau B-100, hendaknya mengedapankan no deforestasi, no-peat, dan no exploitasi (NDPE).
Dengan kata lain, tanaman sawit tidak boleh menyebabkan deforestasi, tidak berada di lahan rawa gambut dan tidak melakukan ekploitasi terhadap hak-hak pekerja dan masyarakat sekitarnya.
"Jika sudah b-100 artinya nabati murni, bahan bakarnya dari sawit. Sehingga, kebutuhan produksi minyak sawit (Palm oil) akan sangat tinggi," ujar Hadi.
Dengan kebutuhan minyak sawit yang tinggi, maka tantangan produktivitas juga akan tinggi.
Baca Juga:Cekcok, Buruh Sawit di Rohil Tikam Ayah Kandung Gunakan Pisau Cutter
Setidaknya, kata Hadi, Pemerintah pernah merilis kebutuhan penciptakan B-100 nantinya membutuhkan lahan sawit seluas 14.000 juta hektar (ha) pada 2025.
Dengan kebutuhan sawit yang tinggi ini, Pemerintah baik pemerintah daerah harus menyelesaikan permasalahan hilir sawitnya.
"Misalnya berdasarkan analisa satelit, masih ada pembukaan lahan dengan cara dibakar, masih ada sawit berada di lahan gambut, dan permasalahan sengketa. Misalnya saja, pada tahun ini, sengketa lahan dengan perusahaan perkebunan sawit di Lahat mengakibatkan dua petani tewas. Hal-hal ini harusnya dibenahi," tegas ia.
Berdasarkan data Perkumpulan Lingkar Hijau, terdapat 20 badan usaha sawit (nabati) sebagai penyedia biodiesel guna menyongsong B-100.
"Badan usaha yang ditunjuk sebagai pemasok dan penyalur masih banyak yang tidak berkomitmen NDPE, jika pun badan usaha memiliki komitmen NDPE, ternyata masih terjadi pelanggaran," ungkap Hadi.
Adapun pada tahun 2019, ditemukan enam group perusahaan di Sumatera selatan sebagai pemasok biodiesel baik langsung maupun tidak langsung membuka lahan dengan cara dibakar yang totalnya mencapai 14.153,42 ha.
Selain itu, terdapat lima group perusahaan membuka lahan dengan pembakaran lahan gambut .
Akademisi Universitas Sriwijaya, Umar Harun menyatakan komoditas sawit ialah komoditas penting bagi Sumatera Selatan. Karena itu, perlu juga keseimbangan antara sosial, ekologis, saat mengejar produksi.
"Kita harus bijak, terpenting memang bukan luasan lahan namun produktivitasnya. Karena itu, perlu upaya-upaya peningkatan intensifikasi, bukan meluaskan lahan," katanya pada kesempatan yang sama.
Di Sumatera Selatan, berdasarkan tata ruangnya, pemerintah masih menempatkan proyeksi 3,8 juta ha bagi tanaman perkebunan.
Sedangkan sawit di Sumatera Selatan sudah mencapai 1,2 juta. Terdapat ruang sekitar 877.000 ha, yang bisa dimanfaatkan bagi tanaman perkebunan.
Dari luasan sawit itu, hampir 59 persen ialah milik korporasi (perusahaan) sedangkan sisanya berstatus petani plasma dan petani swadaya.
"Guna meningkatkan produksi, pemerintah sepakat bukan opsi memperluas lahan, namun lebih kepada peremajaan terutama bagi sawit rakyat," kata Kasi Lahan, Kebakaran, Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan, Dinas Perkebunan Sumsel, Herlan Kagami.
Ia pun sepakat dengan upaya penyelesaian permasalahan di sektor hulu sawit perlu melibatkan unsur lainnya, terutama pemerintah kabupaten/kota.