Tasmalinda
Senin, 10 November 2025 | 22:33 WIB
Ilustrasi PUBG Mobile direncanakan akan dibatasi. (chateGPT)
Baca 10 detik
  • Pemerintah mengkaji pembatasan game perang seperti PUBG setelah ledakan di SMAN 72 Jakarta.

  • Kajian masih tahap awal dan melibatkan berbagai kementerian serta lembaga perlindungan anak.

  • Publik terbelah antara mendukung dan menolak rencana pembatasan tersebut.

SuaraSumsel.id - Pemerintah mulai menyoroti dampak game online bergenre perang setelah insiden ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta, Jumat (7/11/2025). Dalam rapat terbatas di Istana Negara, Presiden Prabowo Subianto dikabarkan meminta jajaran menterinya untuk mengkaji kemungkinan pembatasan terhadap permainan seperti PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) dan sejenisnya.

Langkah ini diambil menyusul dugaan bahwa pelaku ledakan terinspirasi dari taktik pertempuran yang kerap muncul dalam game perang daring. Meskipun hasil penyelidikan belum rampung, pemerintah menilai penting untuk segera meninjau ulang dampak psikologis dan sosial dari game yang mengandung unsur kekerasan ekstrem.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) mengatakan, pembahasan kebijakan ini masih bersifat awal dan akan melibatkan berbagai pihak, mulai dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pendidikan, hingga asosiasi industri game.

“Kita tidak ingin menyalahkan satu pihak, tapi kita harus memastikan bahwa anak-anak kita terlindungi dari konten yang bisa memicu imitasi kekerasan,” ujar Menkomdigi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (10/11/2025).

Ia juga menegaskan bahwa pembatasan tidak berarti pelarangan total. Pemerintah akan meninjau sistem rating usia, pengawasan waktu bermain, dan penyesuaian konten agar lebih ramah bagi pelajar. “Kita ingin ada keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial,” tambahnya.

Sejumlah organisasi masyarakat mendukung langkah pemerintah tersebut, namun ada pula suara kontra yang menilai bahwa game bukan satu-satunya faktor pemicu kekerasan. Pengamat digital, Fitra Hasan, menilai langkah pembatasan sebaiknya diiringi edukasi digital yang lebih kuat di sekolah.

“Solusinya bukan sekadar batasi, tapi juga mendidik anak dan orang tua soal literasi digital. Game hanyalah medium, bukan penyebab utama,” ujarnya.

Pihak sekolah SMAN 72 masih fokus pada pemulihan kondisi pascaledakan dan pendampingan psikologis bagi siswa. Polisi juga masih menelusuri asal bahan peledak yang digunakan dalam insiden tersebut.

Rencana pembatasan game perang ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan luas di media sosial. Banyak warganet mendukung upaya pemerintah melindungi generasi muda, sementara sebagian lainnya menilai kebijakan itu terlalu terburu-buru sebelum hasil penyelidikan resmi diumumkan.

Baca Juga: Cek Fakta: Viral Isu Kopassus Menyamar Jadi Wanita Malam Atas Perintah Prabowo, Benarkah?

Load More