Tasmalinda
Senin, 29 September 2025 | 16:42 WIB
Momen Anies Baswedan bersama Cak Imin berjalan beriringan dengan Prabowo Subianto usai penetapan presiden-wakil presiden terpilih. (Instagram/@aniesbaswedan)
Baca 10 detik
  • Prabowo Subianto mengaku tak dendam pada Anies Baswedan atas "nilai 11 dari 100" yang diberikan saat debat capres 2024. Justru, menurutnya, momen itu memicu simpati publik—khususnya dari kalangan emak-emak—dan ikut mendongkrak kemenangannya di Pilpres.

  • Prabowo menilai debat presiden tak harus kaku atau normatif. Baginya, rakyat Indonesia menyukai dinamika politik yang hidup, adu gagasan yang tajam, namun tetap dalam koridor persatuan.

  • Hadir di Munas PKS, partai yang pernah jadi basis oposisi, Prabowo menyampaikan ajakan persatuan. Ia menekankan bahwa kontestasi politik sudah selesai dan kini saatnya seluruh elemen bangsa bekerja bersama demi pembangunan Indonesia.

SuaraSumsel.id - Sebuah pengakuan mengejutkan sekaligus menggelitik datang dari Presiden Prabowo Subianto, mengenang salah satu momen paling tajam dalam Debat Calon Presiden 2024.

Alih-alih menyimpan dendam, Prabowo justru berterima kasih kepada Anies Baswedan atas nilai "11 dari 100" yang diterimanya.

Menurutnya, serangan itu secara tak terduga menjadi salah satu faktor yang membantunya meraih kemenangan.

Pengakuan itu disampaikan Prabowo saat menghadiri penutupan Musyawarah Nasional VI Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025). Dalam suasana yang cair, Prabowo blak-blakan mengenai perasaannya pasca-debat.

"Aku tuh terus terang aja lho saya gak dendam sama Anies, nggak. Kalau dikasih nilai 11 waktu itu (debat capres) saya gak apa-apa itu," ujar Prabowo disambut riuh hadirin.

Lebih dari sekadar pernyataan tanpa dendam, Prabowo menyajikan analisis politik yang unik. Ia berpendapat bahwa nilai rendah yang diberikan Anies justru menjadi bumerang. Alih-alih menjatuhkan citranya, momen tersebut malah memicu gelombang simpati dari masyarakat, khususnya dari kalangan ibu-ibu atau "emak-emak".

"Benar lho sebenarnya, dia yang bantu aku menang karena emak-emak kasihan, iya kan?," kelakar Prabowo, yang sontak memancing tawa para peserta Munas. 

Demokrasi yang Meriah, Bukan Normatif

Pernyataan Prabowo juga membuka jendela pandangannya terhadap kultur demokrasi di Indonesia. Menurutnya, panggung politik, termasuk debat presiden, tidak seharusnya berlangsung kaku dan normatif.

Baca Juga: 'Kok Pak Teddy Terus Dicari?' Viral Canda Prabowo, Sadar Pesonanya Kalah dari Sang 'Ajudan'

Ia menilai, rakyat Indonesia pada dasarnya menyukai dinamika dan "keramaian" dalam politik, di mana ada adu gagasan yang tajam namun tetap dalam koridor persatuan. Pandangan ini seolah mengisyaratkan bahwa baginya, substansi dan gaya penyampaian adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dalam meraih dukungan publik di Indonesia.

Pesan Persatuan di Kandang Oposisi

Di balik nada humorisnya, Prabowo menyelipkan pesan kenegarawanan yang kuat.

Kehadirannya di acara PKS—partai yang menjadi pilar utama koalisi Anies Baswedan pada Pilpres lalu—adalah sebuah gestur rekonsiliasi yang simbolik.

Ia mengajak seluruh elite politik untuk beralih dari mode kompetisi ke mode kolaborasi. Baginya, kontestasi telah usai, dan kini saatnya seluruh energi bangsa difokuskan untuk pembangunan.

"Jadi saudara-saudara, kita harus demokrasi yang dewasa. Siapa presiden, siapa wapres ya oke yang penting siapapun kita bersatu, kita bekerja untuk bangsa dan negara," tegas Prabowo.

Dengan mengubah narasi serangan menjadi sebuah keuntungan politik dan mengulurkan tangan persatuan kepada mantan rivalnya, Prabowo tidak hanya menunjukkan kepiawaiannya dalam berpolitik, tetapi juga menegaskan visinya untuk memimpin sebuah Indonesia yang bersatu dan bergerak maju.

Load More