Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 23 November 2021 | 16:34 WIB
Ilustrasi UMP 2022 [pexels.com/Ahsanjaya]

SuaraSumsel.id - Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 1,09 persen yang ditetapkan Pemerintah dirasa belum sesuai dengan penemuhan kehidupan layak bagi pekerja media termasuk jurnalis.

Kenaikan upah 1,09 persen itu merupakan buntut dari ketentuan baru Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari Omnibus Law UU Cipta Kerja, terkhusus klaster ketenagakerjaan.

Dalam keterangan persnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai dalam PP Pengupahan, UMP ditetapkan tanpa melibatkan para pekerja. Meski terdapat peran Dewan Pengupahan guna memberikan saran, namun tidak cukup memastikan keterlibatan pekerja dalam penentuan upah tersebut.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia, Edi Faisol mengungkapkan ketentuan upah minimum dalam PP Pengupahan, hanya memperhatikan variabel daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah tanpa mempertimbangkan aspek kebutuhan hidup layak pekerja.

Baca Juga: Digelar di Tiga Kabupaten, Porprov Sumsel Diikuti 5.855 Atlet

Sementara beberapa provinsi tidak mengalami kenaikan, termasuk Sumatera Selatan. Padahal hasil survei AJI Palembang menunjukkan upah layak jurnalis sebesar Rp 5.730.433.

Survei tersebut telah mempertimbangkan beberapa aspek serta kebutuhan khusus pada masa pandemi. Kebijakan penetapan UMP 2022 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, bahwa setiap orang memiliki hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Ditegaskan juga pada pasal 28D ayat (2) UUD 1945, terkait hak untuk bekerja, mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

"Penetapan UMP 2022 membuat kesejahteraan pekerja media makin terpuruk, setelah terdampak pandemi COVID-19," sambung dia.

Studi AJI Indonesia bersama International Federation Journalist (IFJ) yang melibatkan 700-an jurnalis di akhir 2020, mengungkap sebesar 83,5 persen jurnalis terdampak ekonomi dari pandemi, berupa pemotongan biaya kontributor (53,9 persen), pemotongan gaji (24,7 persen), PHK (5,9 persen), dan suspensi (4,1 persen).

Baca Juga: Dua Kabupaten di Sumsel Ini Berhasil Masuk Zona Hijau

AJI dan LBH Pers juga menilai rendahnya UMP 2022, dapat mengganggu profesionalisme jurnalis memproduksi karya jurnalistik yang dibutuhkan publik.

"Upah murah yang tak sesuai kebutuhan, membuat jurnalis rawan menerima suap dan gratifikasi yang mempengaruhi independensi. Ini bertentangan dengan Undang-Undang Pers dan kaidah etika jurnalistik yang menuntut agar kerja-kerja jurnalis harus profesional, memihak kebenaran dan kepentingan masyarakat luas," ujarnya.

Penentuan upah minimum yang tidak sesuai dengan standar kebutuhan layak ini, menambah daftar panjang pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan kepada pekerja media, khususnya pada masa pandemi.

Di Kupang, misalnya, kasus PHK sepihak dialami jurnalis Obed Gerimu dari Harian Timor Express (TIMEX). Data Posko Pengaduan COVID-19 LBH Pers dan AJI Jakarta pada 2020-2021, sebanyak 254 pekerja mengalami pelanggaran ketenagakerjaan, seperti pemutusan hubungan sepihak, pemutusan kerja tanpa kompensasi, pemotongan upah sepihak, upah tidak dibayarkan, hingga dirumahkan.

Load More