Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 26 September 2021 | 21:59 WIB
Ilustrasi anak pakai masker. [Shutterstock] Kematian anak Sumsel saat terpapar COVID-19 tinggi.

SuaraSumsel.id - Provinsi Sumatera Selatan menjadi tujuh daerah dengan angka kematian anak-anak terpapar COVID-19 yang tinggi. Selain Sumatera Selatan, juga ada Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan riset dan melaporkan kasus anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak ada di Jawa Barat, sedangkan kasus kematian anak akibat COVID-19 tertinggi di Jawa Tengah.

"Penelitian ini adalah gambaran data terbesar pertama kasus COVID-19 anak di Indonesia pada gelombang pertama COVID-19. Angka kematian yang cukup tinggi adalah hal yang harus dicegah dengan deteksi dini dan tatalaksana yang cepat dan tepat," kata Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI Prof. Dr. dr. Aman B Pulungan, Sp.A(K), FAAP, FRCPI(Hon) dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Minggu.

IDAI melakukan studi retrospektif terhadap data 37.706 kasus anak terkonfirmasi COVID-19 yang diperoleh dari laporan kasus COVID-19  Maret-Desember 2020.

Baca Juga: Target Medali Emas Sumsel di PON XX Papua: Petenis Yunior Jones Pratama

Laporan riset IDAI menunjukkan 10 daerah di Indonesia dengan kasus anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak, yaitu Jawa Barat dengan angka 10.903 kasus, dan diikuti oleh Riau (3.580), Jawa Tengah (3.108), Sumatera Barat(2.600), Kalimantan Timur (2.033), Jawa Timur (1.884), Bali (1.524), Sumatera Utara (1.448), DI Yogyakarta (1.275), dan Papua (1.220).

Berdasarkan data tersebut, di antara anak-anak terkonfirmasi COVID-19 yang ditangani oleh dokter anak, angka kematian tertinggi pada anak usia 10-18 tahun (26 persen), diikuti 1-5 tahun (23 persen), 29 hari- kurang dari 12 bulan (23 persen), 0-28 hari (15 persen), dan 6 tahun sampai kurang dari 10 tahun (13 persen).

Ketua Bidang Ilmiah Pengurus Pusat IDAI Dr. dr. Antonius H. Pudjiadi, Sp.A(K) mengatakan tidak meratanya deteksi kasus COVID-19 tersebut terjadi karena fasilitas tes PCR dan fasilitas kesehatan yang berbeda, kapasitas pengujian dengan PCR saat itu di Indonesia masih rendah serta anak bukan populasi prioritas untuk tes.

Sekretaris Umum Pengurus Pusat IDAI dr. Hikari Ambara Sjakti, Sp.A(K) menuturkan laporan tersebut menunjukkan angka kematian kasus atau case fatality rate (CFR) COVID-19 pada anak di Indonesia, yakni 522 kematian dari 35.506 kasus suspek (CFR 1,4 persen), serta 177 kematian dari 37.706 kasus terkonfirmasi (CFR 0,46 persen).

Laporan hasil riset IDAI itu menyebutkan CFR COVID-19 anak di Indonesia tersebut jauh lebih tinggi dibanding di negara lain, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa.

Baca Juga: Perolehan Sumsel di PON XX Papua: Triathlon Rebut Dua Perak dan Satu Perunggu

Ilustrasi anak-anak terpapar Covid-19 di Kota Surabaya [Foto: Antara]

Hal ini kemungkinan akibat kapasitas pemeriksaan (testing) yang rendah sehingga banyak kasus yang tidak terdeteksi.

Laporan tersebut juga mengungkapkan penyebab kematian anak akibat COVID-19 terbanyak dikarenakan faktor gagal napas, sepsis/syok sepsis, serta penyakit bawaan (komorbid).

Komorbid terbanyak pada anak COVID-19 yang meninggal adalah malnutrisi dan keganasan, disusul penyakit jantung bawaan, kelainan genetik, tuberkulosis (TBC), penyakit ginjal kronik, celebral palsy, dan autoimun. Sementara 62 anak meninggal tanpa komorbid.

Hasil penelitian IDAI tersebut dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Frontiers in pediatrics yang terbit pada 23 September 2021.

Sementara itu, data Kementerian Kesehatan (Kemkes) pada waktu yang sama mendapatkan 77.254 kasus anak terkonfirmasi COVID-19 dari total kasus 671.778, yaitu sekitar 11,5 persen.

Perbedaan jumlah tersebut terjadi karena di penelitian ini yang terdata hanyalah kasus yang ditangani oleh dokter anak, sedangkan Kemkes juga masukkan data dari anak yang tidak bergejala dan hasil telusur kontak. (ANTARA)

Load More