Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Jum'at, 07 Mei 2021 | 14:45 WIB
Kajian membedah terorisme dan islam [Fitria/suara.com]

SuaraSumsel.id - Sosok pengacara asal kota Palembang, Sumatera Selatan, Munarman ditangkap oleh Densus 88 Anti Teror Polri. Penangakapan ini menjadi perdebatan karena unsur mensangkakan Munarman teroris ialah karena ia aktif dalam organisasi islam.

Isu terorisme yang kerap menyudutkan islam ini diungkapkan Aktivis Sosial Sumatera Selatan, Tarech Rasyid perlu pembuktian lebih lanjut.

Sama halnya dengan kasus dugaan Terorisme Munarman yang juga disebut Tarech jauh dari katergori seorang teroris.

Menurutnya tidak ada bukti kuat yang ditemukan Polri.

Baca Juga: Cegah Longsor di Pinggir Sungai, BBPJN Sumsel Bakal Tanam Vetiver

“Kemudian sosok munarman emang keras dalam gaya berbicara dikarenakan gaya orang Palembang dan pengacara rata-rata seperti itu,”jelasnya dalam diskusi yang digelar Kalimusi, di Rumah Tahfidz Rahmat, Kamis (6/5/2021).

Bagi Tarech, harus ada fakta yang membuktikan bahwa seseorang bisa dikatakan teroris. Pada kasus Munarman yang belum ada bukti kuat yang bisa dikategorikan sebagai terorisme.

"Dan Undang-undang harus ditegakkan secara adil," tegas ia.

Menurut ia, aksi terorisme tidak hanya bisa dilakukan oleh satu individu melainkan juga bisa berkelompok hingga negara.

“Pertama secara individu, kedua secara kolektif serta yang ketiga adalah state terorism,” terangnya.

Baca Juga: Capai 8.442 Narapidana Sumsel Terima Remisi Idul Fitri

Tak dapat dipungkiri, pemahaman publik mengenai terorisme sangatlah minim sehingga masyarakat tidak mengetahui secara pasti seperti apa yang dikategorikan sebagai teroris itu.

Awal pemahaman terorisme di dunia terjadi sejak September 2011 saat penyerangan menara World Trade Center (WTC) atau yang lebih dikenal dengan serangan 9 September.

Sejauh ini, menurut Koordinator acara diskusi publik pada pengajian Kalimusi Ihdinas-Shirootol mustaqiim, Imron Supriyadi penyebutan terorisme lengkat dengan agama islam.

“Hubungan Islam dan terorisme di Indonesia yang identik dengan pesantren, celana cantung dan jenggot yang tidak bisa diterima umat Islam,” imbuhnya.

Keterkaitan ini terus berkembang di masyarakat juga disebabkan karena Pemerintah tidak memberikan edukasi kepada publik.

“Saat ini, Pemerintah juga masih belum bisa mendeskripsikan apa itu terorisme secara jelas,” katanya.

Kontributor: Fitria. 

Load More