Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 01 Desember 2020 | 08:01 WIB
Ilustrasi orang bekerja dengan data.

Pertama, teknologi face recognition di sektor finansial yang akurat dan mempermudah nasabah bank untuk mencocokkan identitas dan mencegah penipuan/fraud.

Kedua, mengurangi bottle neck atau penyumbatan adopsi Big Data dan AI di Indonesia.

”Karena banyak yang tidak bisa mengaplikasikan big data dan AI dengan baik. Saya melihat ada perusahaan yang menghabiskan waktu 2 tahun untuk persiapan dan implementasi, tapi tidak mendapatkan hasil sesuai harapan,” ungkap Rohit.

Ilustrasi data center. [Shutterstock]

Fokus ketiga adalah soal Security atau keamanan dengan menggabungkan teknologi blockchain dan AI.

Baca Juga: Diklaim Akurat, Peneliti AS Ciptakan Teknologi 3D untuk Prakiraan Cuaca

”Kombinasi blockchain dan AI bisa memprediksi kapan security breach(kebocoran/pembobolan data) akan terjadi. Blockchain akan membuat data sangat aman, sedangkan AI akan melakukan prediksi dan melakukan pencegahan (counteractive measures),” tambah Meera Tiwari, Blockchain Business Solution Rosebay Group.

Perusahaan perintis atau startup dan UMKM perlu big data dan AI.

”Banyak UMKM merasa big data dan AI tidak relevan bagi mereka, karena perusahaan mereka baru saja dibentuk dan masih memiliki sedikit sekali data tentang konsumen. Selain Indonesia, saya temukan juga di pasar seperti Vietnam dan Kamboja,” ujar Aaja Baruwal, Data Driven Transformation for businesses Rosebay Group.

Padahal, Aaja melanjutkan, teknologi AI bisa melakukan melakukan prediksi hingga rekomendasi tentang perilaku konsumen.

”Jadi, siapapun bisa mendapatkan keuntungan dengan AI,” katanya.

Baca Juga: Menteri Bambang: Pemerintah Perbanyak Inovasi Teknologi untuk Lawan Covid

Sumber: Suara.com

Load More