SuaraSumsel.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis calon Bupati Solok Epyardi Asda menjadi calon kepala daerah terkaya di Pilkada Sumatera Barat 2020 berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencapai Rp73,06 miliar.
Jumlah itu diikuti calon Wakil Gubernur Sumbar Audy Djoinaldy senilai Rp58,1 miliar dan calon Bupati Limapuluh Kota Muhammad Rahmad yang memiliki kekayaan Rp53,4 miliar.
Setelah itu, calon Bupati Tanah Datar Hariadi yang tercatat memiliki kekayaan senilai Rp47,9 miliar.
Selain memiliki jumlah kekayaan yang besar ada juga calon yang dicatat KPK dengan kekayaan yang minus atau jumlah harta lebih kecil dari hutang yang dimiliki.
Mulai dari Calon Wakil Bupati Sijunjung Indra Gulanan yang tercatat minus Rp3,5 miliar, lalu calon Wakil Bupati Padang Pariaman Tri Suryadi memiliki kekayaan minus Rp998 juta.
Calon Wakil Bupati Pesisir Selatan Hamdanus minus Rp295,8 juta dan calon Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan yang tercatat memiliki kekayaan minus Rp121,7 juta.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar di Padang, Kamis, mengatakan hasil survei KPK dan beberapa pihak lainnya memperlihatkan ada selisih antara biaya pilkada dengan kemampuan harta pribadi para calon.
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan oleh para calon kepala daerah kepada KPK, total kekayaan pasangan calon terlihat tak mencukupi untuk menutup ongkos pilkada.
Sehingga, menurut dia, tak mengherankan bila hasil survei KPK pada 2018 memperlihatkan bahwa sebanyak 82,3 persen dari seluruh pasangan calon yang diwawancarai mengakui adanya donatur dalam pendanaan pilkada, karena adanya gap antara biaya pilkada dan kemampuan harta calon kepala daerah.
Baca Juga: AHY Targetkan Partai Demokrat Menang di Pilkada Sumbar
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan antar Lembaga (FKDH) Kementerian Dalam Negeri Andi Bataralifu mengakui ongkos pilkada yang mahal menyebabkan maraknya politik uang, yang pada saatnya berpotensi menimbulkan kasus hukum.
Ia mengatakan pada 2005 sampai Oktober 2020 terdapat total 457 kepala daerah atau wakil kepala daerah terkena kasus hukum dan yang terbanyak adalah kasus korupsi.
“Motif pelanggaran hukum itu adalah keinginan balik modal untuk maju pilkada berikutnya, dengan cara obral izin, program dan proyek pembangunan pemda ke pengusaha, yakni investor atau cukong politik, mutasi pejabat, ketuk palu pengesahan APBD bersama DPRD, dan lain-lain,” katanya.
(ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Malessa Padukan Batik, Lurik, dan Tenun Jadi Produk Fashion Bernilai Tinggi
-
5 HP Murah dengan Bodi Paling Kokoh untuk Pemakaian Harian, Awet & Gak Ringkih
-
BMKG Ingatkan Warga Palembang, Pasang Sungai Musi Berpotensi Picu Banjir
-
BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik, Dorong Konektivitas Sumatra Barat
-
Bank Sumsel Babel Sabet Juara II BERES Award 2025, Tegaskan Dukungan bagi Pembangunan Daerah