SuaraSumsel.id - Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) mengecam tindakan sewenang-wenang pihak kepolisan dengan menangkap pelajar yang akan berdemontrasi menolak UU Cipta Kerja.
Setelah menangkap, polisi mendata pelajar yang terjaring. Data ini kemudian menjadi databse Satintelkan.
Hal ini pula yang membuat para pelajar memiliki catatan ketika membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) di kemudian hari saat surat itu dibutuhkan sebagai salah satu syarat untuk melamar pekerjaan.
"Jadi polisi menjegal untuk partisipasi anak itu problem, dan menggunakan ancaman agar anak tidak bersuara itu juga jauh lebih problem," ungkap Direktur LAHA Andi Akbar kepada Suarajabar.id, Rabu (14/10/2020).
Andi menilai upaya yang dilakukan pelajar untuk mengikuti aksi tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum.
Pasalnya, kata dia, setiap anak memiliki hak untuk menyampaikan aspirasinya dan dilindungi oleh Undang-Undang.
"Ya SKCK itu kan persoalannya apakah dia punya jejak riwayat pidana, gitu kan dan itu (demonstrasi) bukan tindak pidana, itu yang jadi problem," ucap ia.
"Demonstrasi itu merupakan bentuk partisipasi semua orang sebenarnya.
Andi mengatakan khusus untuk anak, ada dua jenis partisipasi berpendapat.
Baca Juga: Pemprov Sumsel Alokasikan Rp 56 Miliar untuk Piala Dunia U-20 2021
Pertama, anak diberi ruang untuk bersuara dan tidak boleh ada yang menghalang-halangi apalagi sampai menangkap si anak untuk menyampaikan aspirasinya.
"Kedua ini cenderung orang lupa bagaimana anak diberi kemampuan untuk bersuara, jadi kapasitas untuk berpartisipasinya itu yang orang sering lupa," katanya.
Masalah orang dewasa, kata dia, sering lupa kalau anak memiliki hak untuk mengartikulasikan juga menyampaikan pendapatnya dengan benar dan hal ini yang sering dilupakan orang dewasa saat melihat anak hanya sebatas anak yang hanya memiliki hak berpendapat tanpa mengerti esensi gagasan yang disampaikannya apa.
"Orang sering melihat di ujungnya saja anak bersuara berpendapat gitu loh tapi kemampuan untuk mengartikulasikan pendapat, kemampuan untuk menjelaskan gagasan itu yang tidak pernah diperhatikan dengan baik," imbuh ia.
Namun, Andi mengatakan ada persoalan lain yang juga tak kalah pentingnya terkait fenomena anak ikut demonstrasi di berbagai daerah terkait penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
Masalah itu yakni dimana hak anak untuk berpendapat justru dimanfaatkan segelintir orang dengan cara memobilisasi anak untuk mengikuti demo tanpa tahu pasti aspirasi apa yang ingin disampaikan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Jangan Telat! 17 Link Dana Kaget Hari Ini Sudah Aktif dan Cepat Habis
-
Ricuh di Kantor Kominfo Ogan Ilir, Oknum Kadis Diduga Tendang Bawahan Perempuan
-
BGN Minta Mitra dan Kepala SPPG Bersinergi: Program Makan Bergizi Gratis Tak Boleh Gagal
-
PT Bukit Asam Gelar RUPSLB Jelang Tutup 2025, Produksi Diproyeksi Naik 9 Persen
-
7 Bedak Tabur untuk Tampilan Wajah Lebih Mulus bagi Pengguna Makeup Harian