Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Sabtu, 19 Desember 2020 | 09:07 WIB
Ilustrasi diskriminasi pekerja perempuan [shutterstock]

SuaraSumsel.id - Hampir 60 persen dari 740 juta pekerja perempuan di sektor informal Indonesia misalnya telah kehilangan pekerjaan mereka.

Hal ini diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat berbicara di “UN Women Asia Pasific & Women Empowerment Principles” WEPs, belum lama ini. 

Pekerja perempuan yang masih bekerja bahkan kehilangan 50 persen jam kerja mereka, sementara laki-laki hanya kehilangan 35 persen jam kerja.

Tekanan ini membuat ekonomi akibat pandemi virus corona menimbulkan dampak lebih berat pada perempuan dibanding laki-laki

Baca Juga: Cara Seniman Lukis Pinggir Jalan Siasati Pandemi

“Pendapatan pekerja perempuan juga terus turun. Pendapatan pekerja perempuan di Indonesia lebih rendah 23 persen dibanding laki-laki," papar Menteri.

Kuatnya budaya patriarki di Indonesia membuat perempuan menanggung dampak berbeda yang seringkali bahkan lebih berat.

Ini dikarenakan tidak semua perempuan memiliki akses dan kendali sumber daya terutama sumber keuangan, baik untuk meredam dampak, maupun beradaptasi dengan perubahan.

Serta kemampuan untuk memulihkan kondisi ketika menghadapi dampak pandemi.

Kajian Komnas Perempuan sepanjang Maret hingga Juli menunjukkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan di banyak wilayah guna mencegah meluasnya perebakan Covid-19 telah meningkatkan kerentanan perempuan dalam menghadapi pandemi.

Baca Juga: Cerita Warga Pesisir Jakarta Hadapi Pandemi Covid-19

Kebijakan itu menimbulkan beban ganda sebagai ibu, guru bagi anak-anak dan bahkan pencari nafkah keluarga, menimbulkan risiko kekerasan.

Sebaliknya, anggota komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor pada VOA mengatakan kajian itu juga menemukan kuatnya daya tahan atau resiliensi perempuan menghadapi berbagai tantangan saat pandemi.

Sumber: Ligo.id

Load More